Tips Menjadi Kaya Dalam Sekejap

Tips Menjadi Kaya Dalam Sekejap- Hal yang diidamkan secara umum dikuasai insan dimuka bumi ini ialah tercukupinya setiap kebutuhan, apa yang dia inginkan selalu terwujud dan gampang mendapatkannya. Semua itu sanggup dirih oelh insan kalua dia sadar betul dan selalu percaya pada Allah.

 Hal yang diidamkan secara umum dikuasai insan dimuka bumi ini ialah tercukupinya setiap kebutuhan Tips Menjadi Kaya Dalam Sekejap
Adalah sempurna kalau ada yang berkata amalan hati atau kualitas batin yang terdapat pada diri seseorang sangatlah penting dalam meraih ridha Allah, meski hal ini bukan berarti mengabaikan amalan ibadah yang dilakukan secara fisik (lahiriah). Karena ibadah lahiriah yang baik bersumber dari hati yang baik pula, pantas kalau Ibnul Qayyim mengatakan,
ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻘﻄﻊ ﻣﻨﺎﺯﻝ ﺍﻟﺴﻴﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻘﻠﺒﻪ ﻭﻫﻤﺘﻪ ، ﻻ ﺑﺒﺪﻧﻪ ، ﻭﺍﻟﺘﻘﻮﻯ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ؛ ﺗﻘﻮﻯ ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ ﻻ ﺗﻘﻮﻯ ﺍﻟﺠﻮﺍﺭﺡ
“Sesungguhnya hamba hanya bisa melalui banyak sekali tahapan menuju ridla Allah dengan hati dan tekad yang kuat, bukan dengan amalan lahiriah semata. Ketakwaan yang hakiki ialah ketakwaan yang bersumber dari dalam hati, bukan ketakwaan yang hanya berpaku pada amalan lahiriah” (Madaarij as-Saalikiin).

Lihat juga : Awal permusuhan Anjing dan Kucing

Qana’ah ialah Keberuntungan

Salah satu amalan hati yang patut dimiliki seorang muslim ialah sifat qana’ah yang berarti ridla (rela) terhadap segala bentuk sumbangan Allah yang telah ditetapkan, tidak dihinggapi ketidakpuasan, tidak pula perasaan kurang atas apa yang telah diberikan. Tahu bahwa segala rezeki telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, sehingga hasil yang akan diperoleh sebagai ‘imbal jasa’ dari perjuangan yang dicurahkan tidak akan melebihi apa yang telah ditakdirkan oleh Allah kepada hamba-Nya. Dia-lah yang memutuskan siapa saja di antara hamba-Nya yang mempunyai kelapangan rezeki, dan siapa diantara mereka yang mempunyai kondisi sebaliknya. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Rabb-mu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya” (QS al-Israa : 30).
Berangkat dari hal tersebut di atas, Islam mendorong para pemeluknya untuk berakhlak dengan sifat yang mulia ini, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قد أفلح من أسلم، ورُزق كفافًا، وقنعه الله بما آتاه
“Sungguh beruntung orang yang berislam, memperoleh kecukupan rezeki dan dianugerahi sifat qana’ah atas segala pemberian” (Hasan. HR. Tirmidzi).
Seorang dikatakan beruntung tatkala memperoleh apa yang diinginkan dan disukai serta selamat dari segala yang mendatangkan ketakutan dan kekhawatiran.  Dalam hadits di atas rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan keberuntungan dengan tiga hal yaitu keislaman, kecukupan rezeki dan sifat qana’ah, alasannya ialah dengan ketiganya seorang muslim akan mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat.

Dengan berislam seorang akan memperoleh keberuntungan alasannya ialah Islam ialah satu-satunya agama yang diridlai Allah, sumber keberuntungan yang memperlihatkan peluang untuk memperoleh pahala dan keselamatan dari siksa. Demikian pula, dengan rezeki yang mencukupi akan menjaga diri dari meminta-minta, dan dengan adanya sifat qana’ah akan mendorong untuk bersikap ridla, tidak menuntut dan tidak merasa kurang atas rezeki yang diterima. Boleh jadi seorang berislam, akan tetapi diuji dengan kefakiran yang melupakan, atau diberi kecukupan rezeki namun tidak mempunyai sifat qana’ah, maka hal tersebut akan justru menciptakan hati tidak hening dengan rezeki yang ada, sehingga berujung pada kefakiran hati dan jiwa (Bahjah Quluub al-Abraar wa Qurrah ‘Uyuun al-Akhyaar).

Maka, sifat qana’ah akan membawa seseorang keberuntungan sebagaimana yang dikatakan oleh al-Munawi,
قد أفلح من أسلم ورزق كفافًا: أي ما يكف من الحاجات ويدفع الضرورات، وقنعة الله بما آتاه: فلم تطمح نفسه لطلب ما زاد على ذلك؛ فمن حصل له ذلك فقد فاز
“Sungguh beruntung orang yang berislam, memperoleh kecukupan rezeki, yaitu rezeki yang sanggup mencukupi kebutuhan dan mengantisipasi kondisi darurat. Dan dianugerahi sifat qana’ah, di mana jiwanya tidak berambisi untuk memperoleh melebihi kebutuhan. Maka siapa saja yang mempunyai ketiga hal tersebut sungguh telah beruntung” (at-Taisir bi Syarh al-Jaami’ ash-Shaghiir).

Lihat juga : Lahirnya Babi, Kucing dan tikus

Memperoleh kekayaan yang hakiki

Beberapa hadits nabi menjelaskan bahwa kekayaan hakiki itu letaknya di hati, yaitu sifat qana’ah atas rezeki yang telah diberikan Allah, bukan terletak pada kuantitas harta.

Ibnu Baththal menjelaskan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, -di mana dia menyampaikan bahwa kekayaan hakiki ialah kekayaan hati-,
معنى الحديث ليس حقيقة الغنى كثرة المال، فكثير من الموسع عليه فيه لا ينتفع بما أوتي، جاهد في الازدياد لا يبالي من أين يأتيه. فكأنه فقير من شدة حرصه، وإنما حقيقة الغنى غنى النفس، وهو من استغنى بما أوتي وقنع به ورضي ولم يحرص على الازدياد ولا ألحّ في الطلب. وقال القرطبي: وإنما كان الممدوح غنى النفس لأنها حينئذ تكفّ عن المطامع فتعزّ وتعظم، ويحصل لها من الحظوة والشرف والمدح أكثر من الغنى الذي يناله مع كونه فقير النفس لحرصه، فإنه يورّطه في رذائل الأمور وخسائس الأفعال لدناءة همته وبخله وحرصه، فيكثر من يذمه من الناس فيصغر قدره عندهم فيصير أحقر من كل حقير وأذلّ من كل ذليل
“Arti hadits ini ialah kuantitas harta yang banyak bukanlah kekayaan yang hakiki. Banyak orang yang memperoleh keluasan harta tidak bisa mengambil manfaat dari harta yang diperoleh, mereka bersungguh-sungguh mencari harta yang berlimpah tanpa mempedulikan dari mana harta itu berasal, seperti dirinya ialah seorang yang fakir alasannya ialah saking semangat dalam mencari. Sesungguhnya kekayaan hakiki ialah kekayaan hati, yaitu dengan merasa cukup, qana’ah, dan ridla terhadap apa yang diberi serta tidak tamak mencari dan terus-terusan meminta kelebihan harta. Al-Qurthubi berkata, “Sifat yang terpuji ialah kaya hati alasannya ialah akan bisa mencegah seorang dari banyak sekali ambisi yang tak akan berhenti kalau dituruti. Dengan sifat tersebut seorang akan memperoleh kehormatan, kemuliaan, dan kebanggaan yang lebih daripada mereka yang kaya harta namun bersama-sama berhati miskin saking tamaknya dalam mencari harta. Hal itu justru akan menjerumuskan ke dalam banyak sekali perbuatan yang hina dan tak beretika alasannya ialah terdorong oleh hasrat yang rendah, sifat pelit, dan ketamakan. Dengan demikian, banyak orang akan mencelanya, memandang remeh kedudukannya meski dia kaya harta, sehingga dia pun menjadi seorang yang paling rendah dan hina” (Syarh Shahih al-Bukhari).
Tolok ukur kaya dan miskin itu terletak di hati. Siapa yang kaya hati, tentu akan hidup dengan nyaman, penuh kebahagiaan dan dihiasi dengan keridlaan, meski di kehidupan faktual dia tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari. Sedangkan seorang yang miskin hati, meski mempunyai segala apa yang ada di bumi kecuali uang seratus perak, pasti akan tetap memandang bahwa kekayaannya terletak pada seratus perak tersebut. Dirinya tidak akan merasa cukup, kecuali dia telah mempunyai uang itu. Demikianlah, qana’ah pada hakikatnya ialah kaya hati, kenyang dengan apa yang ada di tangan, tidak tamak, tidak pula cemburu dengan harta orang lain, tidak juga meminta lebih terus menerus, alasannya ialah kalau terus kanal meminta lebih, itu berarti masih miskin.

Salah satu penafsiran terhadap al-hayah ath-thayyibah (kehidupan yang baik) sebagaimana dalam firman Allah di surat an-Nahl ayat 97 ialah sifat qana’ah. Penafsiran ini dikemukakan oleh sobat ‘Ali dan Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhum (Tafsir ath-Thabari). Dalam ayat tersebut terkandung dalil bahwa Allah akan memuliakan para hamba-Nya yang beriman dengan memperlihatkan hati yang tenang, kehidupan yang tenteram serta jiwa yang ridla, yang semua itu memperlihatkan akan keutamaan qana’ah. Tidak diliputi kegelisahan alasannya ialah merasa kekurangan atas jatah rezeki yang ditetapkan, tidak pula dihinggapi banyak sekali penyakit hati yang meresahkan jiwa sehingga terkadang mendorong seseorang melaksanakan perbuatan yang buruk. Di awal sudah disebutkan, bahwa hati yang baik akan melahirkan amalan lahiriah yang baik. Sebaliknya, hati yang jelek alasannya ialah dijangkiti penyakit akan melahirkan sikap yang buruk.

Lihat juga : Perbedaan tipis antara kaya dan miskin

Sumber : Madaarij as-Saalikiin
               at-Taisir bi Syarh al-Jaami’ ash-Shaghiir
Related Posts