Perkembangan Bahasa Pada Anak Tunagrahita

PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK TUNAGRAHITA-Kemampuan bahasa pada belum dewasa diperoleh dengan sangat menakjubkan melalui beberapa cara. Pertama, anak sanggup mencar ilmu bahasa apa saja yang mereka dengar sehari-hari dengan cepat. Hampir semua anak pada umumnya sanggup menguasai hukum dasar bahasa kurang lebih pada usia 3 – 4 tahun (Gauri, 2007). Kedua, bahasa apapun mempunyai kalimat yang tidak terbatas, dan kalimat-kalimat dari bahasa yang mereka dengar dan mereka ucapkan, belum pernah ia dengar sebelumnya. Hal ini berarti belum dewasa mencar ilmu bahasa tidak sekedar menggandakan ucapan yang mereka dengar, belum dewasa harus mencar ilmu konsep gramatikal yang aneh dalam menghubungkan kata-kata menjadi kalimat.

Lihat juga : Macam-macam dan karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus

Anak-anak mencar ilmu bahasa bersahabat kaitannya dengan perkembangan kognitif, sehingga perkembangan bahasa akan sejalan dengan perkembangan kognitifnya. Pada kenyataanya, anak tunagrahita mengalami kendala dalam perkembangan kognitifnya sehingga perkembangan bahasanya juga terhambat. Hambatan tersebut ditunjukkan dengan tidak seiramanya antara perkembangan bahasa dengan usia kalendernya (cronolical age), tetapi lebih seirama dengan usia mentalnya (mental age).
 PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK TUNAGRAHITA PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK TUNAGRAHITA
Anak tunagrahita yang mengalami gangguan bahasa lebih banyak dibandingkan dengan yang mengalami gangguan bicara (Rochyadi, 2005:23). Hasil penelitian Robert Ingall (Rochyadi, 2005) wacana kemampuan berbahasa anak tunagrahita dengan memakai ITPA (Illionis Test of Psycholinguistic Abilities), mengatakan bahwa 1) anak tunagrahita memperoleh keterampilan berbahasa intinya sama ibarat anak normal, 2) kecepatan anak tunagrahita dalam memperoleh keterampilan berbahasa jauh lebih rendah dari pada anak normal, 3) kebanyakan anak tunagrahita tidak sanggup mencapai keterampilan bahasa yang sempurna, 4) perkembangan bahasa anak tunagrahita sangat terlambat dibandingkan dengan anak normal, sekalipun pada MA yang sama, 5) anak tunagrahita mengalami kesulitan tertentu dalam menguasai gramatikal, 6) bahasa tunagrahita bersifat kongkrit, 7) anak tunagrahita tidak sanggup dapat memakai kalimat majemuk. Ia akan banyak memakai kalimat tunggal.

Mc Lean dan Synder (Sunardi dan Sunaryo, 2006:191) menemukan bahwa anak tunagrahita cenderung mengalami kesulitan dalam keterampilan berbahasa, mencakup morfologi, sintaksis, dan semantic. Dalam hal semantic mereka cenderung kesulitan dalam memakai kata benda, sinonim, penggunaan kata sifat, dan dalam pengelompokkan hubungan antara obyek dengan ruang, waktu, kualitas, dan kuantitas.
Senada dengan hal di atas, Sutjihati (Sunardi dan Sunaryo, 2006) menjelaskan bahwa anak tunagrahita disamping dalam komunikasi sehari-hari cenderung memakai kalimat tunggal, pada mereka umumnya juga mengalami gangguan dalam artikulasi, kualitas suara, dan ritme, serta mengalami kelambatan dalam perkembangan bicara.

Lihat Juga : Anak Cacat Mental dan Sehat Mental 

Secara lebih teperinci Gauri (2007) memaparkan perkembangan bahasa pada anak tunagrahita. Dalam penjelasannya ini Gauri Pruthi menyajikan hasil penelitian perkembangan bahasa pada anak Down syndrome.

1. Perkembangan Prabahasa
Perkembangan ini dimulai dari bayi gres lahir. Jika dilihat dari masa ini maka antara bayi norma dan bayi Down syndrome hampir mempunyai perkembangan yang sama (Gauri, 2007). Hanya saja bayi normal lebih aktif dan mengatakan sikap tangisan yang lebih keras/lepas.

Bellugi (Gauri, 2007) meneliti perkembangan pra bahasa pada populasi tunagrahita dari kelompok syndrome yang lain, contohnya frgile X, mereka sangat miskin kontak mata sehingga mereka ini sulit memperoleh pengalaman berbahasa lewat imitasi visual. Sedangkan, itu belum dewasa Williams syndrome lebih banyak tertarik mengamati wajah dan sepanjang hari lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengamati wajah seseorang. 

2. Perkembangan Vokal
Hasil penelitian Oller dkk (Gauri, 2007) terhadap belum dewasa Down syndrome usia 0 – 2 tahun mengatakan bahwa perkembangan vocal (babbling) belum dewasa ini tertinggal 2 bulan dibandingkan dengan anak normal. Anak Down syndrome usia ini juga tidak stabil dalam perkembangan babbling/merabannya atau cenderung kurang aktif melakukannya dibanding anak- anak normal. Lynch (Gauri, 2007) menyebutkan pula, “… selain masalah tersebut mereka mengatakan keterlambatan perkembangan motoriknya serta mempunyai hipotonus”.
3. Perkembangan Sosial dan Komunikasi
Bayi Down syndrome (0-18 bulan) menunjukkan keterlambatan perkembangan kontak mata, begitu pula dalam perkembangan merabannya (Berger & Cunninghan dalam Gauri, 2007). Sejalan dengan itu Jasnow dan kawan-kawan (Gauri, 2007) menyatakan mereka juga kurang mempunyai interaksi dengan ibunya. Pada usia satu tahun lebih mereka mulai lebih mayoritas memakai penglihatannya dibandingkan memakai anggota badan lainnya untuk mengeksplorasi lingkungan. Bayi Down syndrome (18 bulan) juga mengatakan ketertarikan dengan ibunya atau orang lain dengan kontak mata, namun mereka kesulitan berinteraksi dengan ibunya dan mainannya dalam waktu bersamaan. Komuniksi yang terjalin dengan ibu lebih banyak memakai kontak mata disbanding vokalisasi ucapannya.

Perbedaan perkembangan pola interaksi semakin terlihat terang saat bayi Down syndrome memasuki usia dua tahun lebih. Perbedaan tersebut direfleksikan dalam bentuk bermain dan komunikasi.

Mundy dan kawan-kawan (Gauri, 2007) melaksanakan penelitian yang komprehensif wacana komunikasi social terhadap kelompok belum dewasa Down syndrome usia 2-3 tahun.  Anak-anak tersebut dibandingkan dengan belum dewasa normal dengan usia yang sama. Hasilnya belum dewasa Down syndrome mengatakan sikap interaksi social yang lebih banyak dibandingkan dengan anak pada umumnya. Tapi anak Down syndrome lebih sedikit berkata-kata dan tidak bisa mengungkapkan apa yang dimintanya melalui ucapan dibanding dengan anak pada umumnya.

Anak-anak Down syndrome juga lebih focus kepada orang-orang disekitar dari pada objek bendanya saat menginginkan sesuatu. Kondisi tersebut merefeksikan keterlabatan perkembangan bahasanya. Mereka lebih suka menarik tangan, menujuk, atau melaksanakan gesture tertentu kepada orang sekitar saat menginginkan sesuatu dari pada meminta objek dengan ucapan.

Bellugi (Gauri, 2007) meneliti perkembangan pra bahasa pada populasi tunagrahita dari kelompok syndrome yang lain, contohnya frgile X, mereka sangat miskin kontak mata sehingga mereka ini sulit memperoleh pengalaman berbahasa lewat imitasi visual. Sedangkan, itu belum dewasa Williams syndrome lebih banyak tertarik mengamati wajah dan sepanjang hari lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengamati wajah seseorang.

Anak-anak Down syndrome ini semakin bertambah usia maka ia semakin bertambah ramah (friendly) kepada orang-orang disekitarnya.

Lihat juga : 5 Hal yang sanggup mempengaruhi anak

4. Perkembangan Semantik
Semantik ialah cuilan dari struktur bahasa yang lebih menekan pada perkembangan pemahaman makna kata dan makna kata dalam satu kelompok/kalimat.

Perkembangan bahasa belum dewasa normal mulai mengatakan perkembangan yang sangat pesat saat mereka mulai berusia satu tahun. Perkembangan bahasanya terlihat pada perbendaharaaan kata yang dimilikinya. Semakin berkembang saat usia 36 bulan, mereka menguasai lebih dari 500 kata dan mereka memahami kata-kata tersebut (Fenson, 1994 dalam Gauri, 2007).

Perkembangan perbendaharaan kata pada anak Down syndrome ternyata sebanding dengan usia mentalnya, bahkan ada yang benar-benar tertinggal dikarenakan adanya kendala ganda, yaitu gangguan bicara (Miller et al., 1994 dalam Gauri, 2007).

Penelitian terakhir wacana penggunaan kata benda (kaitannya dalam masalah semantic) pada anak Down syndrome ternyata mereka ini lebih memakai kata dasarnya atau pada tingkat dasar (misalnya mobil, kuda) tidak mencapai tingkat subordinatnya (contoh Mercedes, zebra) atau tingkat superordinat (misalnya, kendaraan, hewan). Semua objek dipilih lantaran kelompok dasarnya contohnya anak tidak mempertimbangkan kendaraan beroda empat sedan, truk, atau bis, semua itu akan dilabel sebagai mobil. Anak kesulitan kalau harus melabel hingga subordinat dan superordinat. Begitu pula dengan kuda, maka anak tidak akan mempertimbangkan kuda zebra, kuda stallion dll. Mereka hanya akan melabel pada tingkat dasar, yaitu kuda.

Penelitian lain yang mendukung Mervisn dan Bertrand (Gauri, 2007) yang memperjelas bahwa belum dewasa Down syndrome lebih memahami objek secara keseluruhan, tidak memahami dari atributnya atau bagian-bagian dari objek itu.

5. Perkembangan Fonologis (Bunyi Bahasa)
Sejalan dengan peroleh makna kata , mereka juga mencar ilmu bagaimana mengartikulasikannya (mengucapkannya) sesuai dengan hukum bahasa yang berlaku. Hampir semua perkembangan fonologis semakin tepat saat belum dewasa mulai masuk sekolah. Namun, mereka terkadang harus berhadapan dengan kesalahan-kesalahan pengucapan.

Anak-anak tunagrahita cenderung menunjukkan adanya gangguan artikulasi. Anak-anak Down syndrome mengatakan kesulitan pada aspek fonologis yang sanggup berkaitan dengan keterlabatan perkembangan merabannya dan bisa juga diakibatkan keterlabatan perkembangan bahasanya secara umum.

Penelitian Dodd (Gauri, 2007) membandingkan kesalahan fonologi pada belum dewasa Down syndrome berat dengan anak tunagrahita ringan, dan belum dewasa normal, mereka itu mempunyai usia mental yang sama. Hasilnya, belum dewasa Down syndrome lebih banyak mempunyai kesalahan fonologis  dan mempunyai aneka macam variasi kesalahan yang sangat berbeda dibandingkan dengan dua kelompok lainnya, serta belum dewasa Down syndrome perkembangan fonologi jauh tertinggal secara signifikan dari level kognitifmya.

6. Perkembangan Tata Bahasa Awal
Setelah kemampuan melabel/member nama suatu objek dikuasai, kemudian belum dewasa biasanya mencoba mengkombinasikan kata-kata yang sudah dipahami dirangkai menjadi dua-tiga kata sehingga membentuk ucapan/perkataan sederhana yang juga disebut ucapan telegrafik. Secara beratahap kemampuan belum dewasa dalam menciptakan kalimat semakin bertambah panjang, seiirng dengan bertambahnya pemahaman makna kata dan elemen-elemen gramatikal. pertumbuhan ibarat itu sanggup diukur dengan Mean Length Utterances (MLU) (Brown, 1973 dalam Gauri, 2007).

Perkembangan tata bahasa awal juga ditemukan pada belum dewasa tunagrahita. Tapi perkembangannya terlambat dibandingkan dengan belum dewasa pada umumnya. Berbegai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji masalah tersebut terhadap belum dewasa Down syndrome. Hasilnya kalau diukur dengan MLU maka pada mereka itu akan ditemukan penyebaran perubahan rata-ratanya sangat bervariasi.

Lihat juga : 29 Kiat-kiat untuk Mendidik Karater Anak Agar menjadi yang kita harapkan dalam kitab tsalasun wasilah li ta'dib al abna

Contoh, hasil penelitian terhadap anak wanita Down syndrome yang belum mengatakan kemampuan menyusun ucapan yang terdiri dari dua kata, sedangkan usianya 4 tahun. Namun rata-rata MLU nya sama dengan belum dewasa normal saat ia usia 5 tahun 6 bulan.

Hasil penelitian lain mengatakan bahwa ditemukan bahwa pada belum dewasa Down syndrome bisa merangkai dua kata menjadi ungkapan yang bermakna terjadi pada usia enam tahun. Tentunya hal itu tertinngal banyak oleh belum dewasa normal (Tager, 1990 dalam Gauri, 2007).

7. Perkembangan Pragmatik
Selain, fonologi, kosa kata dan tata bahasa, belum dewasa juga harus mencar ilmu memakai bahasa secara efektif sesuai dengan konteks sosialnya.  Dalam percakapan normal partisipan  harus saling menyebarkan giliran, berada ada dalam topic pembicaraan yang sama, pernyataan dari pesan yang disampaikan harus terang dan sesuai hukum budayanya sehingga mendukung setiap individu dalam percakapan tersebut.

Dalam penelitian terhadap perkembangan pada belum dewasa normal yang menyelidiki beberapa aspek perkembangan pragmatic, di dalam tersusun atas perkembangan sikap bicara, kompetensi percakapan, dan sensitifitas terhadap kebutuhan pendengar. Perkembangan sikap bicara tersusun atas sikap saat meminta, perintah, mengeluh, menolak, interaksi, dll; kompetensi percakapan terdiri dari bisa mengelola topic percakapan dalam waktu yang lama, saling bergiliran bicara, dan bisa menambahkan informasi gres sesuai dengan topik yang sedang berlangsung; sensitive terhadap kebutuhan pendengar/lawan bicara dengan cara merespon dengan tepat terhadap apa yang diminta.

Perkembangan Perilaku Bicara
  • Sangat kontras sekali anatar kemampuan sintaksis  dan kemampuan pragmatis belum dewasa Down syndrome ini. Hasil penelitian mengatakan bahwa kemampuan pragmatis belum dewasa Down syndrome, sehabis diukur melalui MLU, ternyata sama dengan belum dewasa normal, yaitu berada pada rentang 1,7 hingga 2,0.  Namun secara fungsional tetap tertinggal dibandingkan dengan anak normal meskipun dengan usia mental yang sama.
Dari aspek functional lainnya saat meminta, belum dewasa Down syndrome lebih banyak memakai satu kata. Begitu pula dengan yang lainnya.

Kompetensi Percakapan
  • Anak-anak pada umumnya bisa menyebarkan giliran untuk bercakap-cakap alasannya ialah mereka semenjak awal perkembangan bahasa sudah mempunyai pengalaman mencar ilmu berintekasi bahasa dengan ibunya. Berbeda dengan belum dewasa Down syndrome mereka sedikit mengambil pengalaman berbahasa semenjak awal sehingga kesulitan untuk kesulitan untuk menyebarkan giliran bicara, kesulitan melaksanakan percakapan sesuai topic, sering beralih topic pembicaraan bukan menambah informasi untuk memperkuat topic perbincangan.
Sensitifitas Terhadap Kebutuhan Pendengar
  • Lawan bicara terkadang membutuhkan informasi tambahan, meminta pengulangan ucapan/pembicaraan, atau minta penjelasan. Jika itu bisa dipahami maka perbincangan akan semakin menarik. Hanya saja itu sulit bagi belum dewasa Down syndrome. Mereka lebih focus pada perbincangannya sendiri. Namun demikian, penelitian pada belum dewasa Down syndrome usia 10 tahun ke atas, mereka lebih bisa melaksanakan itu walau pun sebatas mengulang pembicaraan.
Berdasarkan perkembangan bahasa di atas maka kemampuan bahasa anak tunagrahita cukup rendah. Masalah kemampuan bahasa yang rendah pada anak tunagrahita mengisyaratkan bahwa pendidikan yang diberikan kepada mereka seyogianya dirancang sebaik mungkin dengan menghindari penggunaan bahasa yang kompleks (rumit). “Bahasa yang dipakai hendaknya berbentuk kalimat tunggal yang pendek, gunakan media atau alat peraga untuk mengkongkritkan konsep-konsep aneh biar ia memahaminya.” (Rochyadi, 2005:24).

0 Response to "Perkembangan Bahasa Pada Anak Tunagrahita"

Posting Komentar