Nama Nenek Nabi Dan Dongeng Cinta Abdullah

Nama Nenek Nabi dan Kisah Cinta Abdullah- Nama ayah Nabi Muhammad SAW ialah : Abdullah ibn Abdul Mutthalib ibn Hasyim ibn Abd Manaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka’ab ibn Lu’ay ibn Ghalib ibn Fihr ibn Malik ibn al-Nadhr ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn Ilyas ibn Mudhar ibn Nizar ibn Ma’ad ibn Adnan.
Sedangkan nama ibunya Nabi Muhammad SAW ialah : Aminah bint Wahb ibn Abd Manaf ibn Zuhrah ibn Kilab. Nasab kedua orangtua Nabi Muhammad SAW bertemu di salah satu kakek mereka yang berjulukan Kilab.

Ayah

Nama Ayah dia yakni Abdullah ibn Abdul Mutthalib ibn Hasyim yakni putra terkecil pasangan Abdul Mutthalib dengan Istrinya Fatimah bint ‘Amr. Abdullah merupakan putra Abdul Mutthalib yang terbaik, paling disayang dan dikenal sebagai sembelihan (al-Dzabih). Dijuluki sebagai sembelihan yakni alasannya Abdul Mutthalib bernadzar bahwa kalau anak laki-lakinya genap sepuluh maka satu diantaranya akan disembelih. Dan ternyata Allah memberinya sepuluh anak laki-laki. Maka terjadilah pengundian dan ternyata anak yang harus disembelih itu jatuh ke Abdullah. Abdul Mutthalib ingin melaksanakan nadzar ini, dia segera mengambil pisau dan pergi menuju Ka’bah untuk menyembelihnya. Tiba di depan Ka’bah, kaum Quraisy melarangnya, terutama paman-pamannya. Lantas dia bertanya bagaimana saya harus melaksanakan nazar saya? Akhirnya disarankan untuk dibawa ke Arafah, kemudian diundi lagi.

 Nama Nenek Nabi dan Kisah Cinta Abdullah Nama Nenek Nabi dan Kisah Cinta Abdullah
Jika diundi yang keluar nama Abdullah, maka Abdul Mutthalib akan berinfak dengan 10 ekor onta sebagai ganti anaknya dan begitu seterusnya, dan kalau yang keluar nama onta, maka dia akan berhenti dan onta sebanyak itu akan disembelih. Sampai sepuluh kali undian, nama yang keluar yakni Abdullah. Itu berarti sudah 100 onta yang harus dipotong. Baru pada undian kesebelas, nama yang keluar yakni onta. Walhasil, 100 ekor onta karenanya dipotong sebagai pengganti jasad atau jiwanya Abdullah.

Lihat juga: Contoh RPP kelas 4 semester 1

Kelebihan Abdullah

Dari sisi keturunan, Abdullah yakni putra Abdul Mutthalib, Beliau (Abdul Mutthalib) yakni alah satu dari pemuka Quraisy dan orang yang paling dihormati di Makkah. Dari sisi akhlak, Abdullah merupakan orang yang dikenal sebagai perjaka yang berakhlak mulia. Bahkan, kebiasaan negatif yang banyak dilakukan oleh perjaka Makkah pada masa itu, dia Abdullah  tidak ikut melakukannya. Termasuk Mengenai Free sex yang biasa dilakukan pada masa itu. Bahkan dia bertekad untuk tidak pernah melaksanakan hubungan tubuh dengan lawan jenis kecuali dengan istrinya. Di usianya yang ke-25, dia dinikahkan dengan Aminah, putri Wahab yang merupakan salah seorang pemuka Quraisy. Kemudian Abdullah dinikahkan dengan Aminah dan inilah Abdullah pertama kali melaksanakan hubungan biologis. Dalam beberapa rujukan diceritakan bahwa, kedua pasangan ini gres melakukannya sekali, sehabis itu, Abdullah sudah diperintahkan oleh orang tuanya pergi ke Syam untuk berdagang.

Wafat

Terdapat beberapa riwayat wacana wafatnya Abdullah. Pertama dan yang paling terkenal :
1.Abdullah meninggal dalam perjalanan kembali ke Makkah, dimakamkan di Abha. Rasulullah SAW masih dalam kandungan ibunya di bulan keenam.
2.Riwayat kedua, dia kembali dari berdagang ke Syam.
Ada juga riwayat yang menyampaikan dia gres kembali dari Madinah guna memetik kurma untuk dibawa ke Makkah.
3.Ada juga pendapat yang menyampaikan dia sakit di Madinah, kemudian belum lagi sembuh benar dia pulang ke Makkah dan meninggal, itu terjadi sehabis kelahiran Rasulullah SAW 2 bulan.
4.Ketika wafat usia Abdullah 25 tahun. Warisan yang ditinggalkan Abdullah yakni : 5 ekor onta, beberapa ekor kambing dan seorang budak perempuan yang berjulukan Barakah atau yang lebih dikenal dengan Ummu Aiman.

Ibu Kandung

Aminah binti Wahab ibn Abd Manaf ibn Zuhrah ibn Kilab ibn Murrah.
Lahir di Makkah, sekitar 18 tahun sebelum Rasulullah SAW dilahirkan.
Ibunya Siti Aminah yakni : Barrah bint Abd al-’Uzza ibn Utsman ibn Abd al-Dar, ibn Qushay ibn Kilab, ibn Murrah.
Aminah bint Wahab adsalah Wanita dengan nasab terbaik yang ada di Quraisy, memiliki sopan santun yang baik dan menjaga kehormatannya dengan baik.

Aminah bint Wahabadalah Wanita yang Rasulullah SAW banggakan dengan sabdanya :Sesungguhnya saya yakni anak seorang perempuan dari Quraisy yang memakan Qadid (dendeng). (HR. Ibn Majah)
Allah terus memindahkan saya dari tulang shulb yang baik, dipindahkan ke rahim yang suci, bersih, terpilih. Tidaklah ia memiliki dua cabang kecuali saya masuk dalam yang terbaik.

Pernikahannya dengan Abdullah

Di hari-hari pesta pernikahan, di malam pertama pasangan pengantin ini, Aminah bermimpi yang ia ceritakan kepada suaminya Abdullah : Aku melihat cahaya yang memancar dengan lembut sehingga menerangi dunia dan seisinya. Hingga seakan-akan terlihat olehnya megahnya istana Bushra di negeri Syam. Lalu ada bunyi yang membisik : Kamu sudah mengandung pemimpin umat ini.

Alkisah, Aminah teringat seorang peramal Quraisy yang berjulukan Sauda’ Bint Zuhrah al-Kilabiyah pernah berkata kepada penduduk Bani Zuhrah bahwa akan lahir dari turunan kalian seorang pengingat atau pemberi peringatan. Para penduduk kala itu meminta peramal ini untuk memperlihatkan orang yang akan melahirkan dari rahimnya pemberi peringatan tersebut. Sauda’ sang peramal menunjuk kepada Aminah.

Kejadian serupa menimpa Abdullah yang menjelang malam pertamanya dengan Aminah, tiba kepadanya Putri Naufal ibn Asad, saudara perempuan Waraqah ibn Naufal sang pendeta, dia menyampaikan diri untuk dinikahi atau disetubuhi pada malam itu juga. Akan tetapi Abdullah yang sudah berjanji akan menjaga keperjakaannya menolak. Esok harinya, ketika Abdullah bertemu dengannya lagi, Abdullah bertanya : Mengapa engkau tidak menyampaikan diri kepadaku lagi? perempuan itu menjawab : Cahaya yang menemani kau kemarin sudah tidak ada lagi hari ini, maka saya tidak menginginkanmu lagi. 10 hari pasangan suami istri ini menikmati indahnya rumah tangga, hingga karenanya Abdullah harus ikut bergabung dengan rombongan pedagang yang akan berangkat ke Syam.

Menunggu Suami

Sebulan sehabis kepergian sang suami, Aminah merasa bahwa ia hamil. Kondisi ini semakin menambah kerinduan kepada suami.

Tiba animo pedagang Makkah kembali dari Syam, Aminah yang ditemani oleh pembantunya yang berjulukan Ummu Aiman, duduk menanti sang suami datang.

Ketika tamu datang, yang muncul yakni ayah dan mertuanya, Wahb dan Abdul Mutthalib. Mereka mengabarkan bahwa Abdullah harus tinggal di Yatsrib, di rumah seorang kerabat, alasannya sakit yang diderita.
Selang beberapa hari kemudian, utusan dari Yatsrib tiba membawa kabar duka, Abdullah meninggal dunia.

Pengantin gres ini sedih luar biasa, kerinduan akan suami sangat terasa. Namun takdir tidak bisa ditolak, kematian tidak bisa ditunda. Kematian karenanya akan tiba kepada siapa saja.

Melahirkan Anak Pertama

Sembilan bulan janin dikandung, tiba harinya, lahirlah bayi yang ditunggu itu. Detik-detik sebelum kelahiran bayi ini, Aminah menyaksikan cahaya menyinari rumahnya. Bidan yang menangani prosesi kelahiran ini yakni al-Syifa’, ibu dari Abdurrahman ibn ‘Auf. Dia bercerita bahwa yang dia lihat pertama kali yakni cahaya yang begitu terang benderang. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam proses persalinan ini. Ditemani oleh Ummu Aiman, sang pembantu, al-Syifa’ dengan gampang melaksanakan tugasnya sebagai seorang bidan. Kegembiraan pun menyelimuti Aminah, bayi yang ditunggu-tunggunya sudah lahir dengan selamat, bahkan penuh dengan keajaiban.

Belum lagi kegembiraan itu sempurna, kesedihan harus tiba lagi, sang anak tidak mau disusui. Hari pertama ditolak, hari kedua demikian pula. Ibu muda ini pun bingung, 2 hari bayi ini tidak makan apa-apa, bagaimana kalau dia sakit kemudian meninggal. Kesedihan dan kekhawatiran seorang ibu pun mulai menyelimuti dirinya. Ketika keadaannya ibarat itu, datanglah Tsuwaybah, budak atau pembantu Abu Lahab, paman si bayi, menyampaikan untuk menyusuinya. Dan aneh, bayi ini mau disusui oleh Tsuwaybah. Alhasil, Tsuwaybah menjadi ibu susu bayi ini untuk beberapa hari.

Lihat juga:  Perbincangan Hati dan Mata

Pendidikan Awal Untuk Sang Putra

Bayi yang gres dilahirkannya, diambil oleh sang kakek, Abdul Mutthalib, dibawa ke Ka’bah, di sanalah ia dinamakan dengan Muhammad. Tidak usang kemudian, sekitar 8 hari, sebagaimana sopan santun orang Makkah pada waktu itu, mereka menitipkan anak-anaknya kepada ibu-ibu susu. Muhammad pun dititipkan kepada Halimah al-Sa’diyah untuk disusui dan dididik di kampungnya, tempat Bani Sa’ad (sekitar 25 km dari Makkah). Dua tahun Muhammad dititipkan di Bani Sa’ad, gres kemudian dikembalikan ke pangkuan ibu kandungnya. Akan tetapi dengan bujuk rayu Halimah dan suaminya al-Harits, Muhammad kembali dititipkan kepadanya. Selang beberapa bulan kemudian, Muhammad dikembalikan lagi kepada ibu kandungnya di Makkah, dan mulai dikala itu, Muhammad berada di bawah belai kasih dan didikan Aminah serta dukungan Ummu Aiman sang pembantu. Dengan penuh kasih sayang dan perhatian, Aminah membesarkan putra tunggalnya Muhammad, hari demi hari, bulan demi bulan.

Wafat Aminah

Tiga tahun Aminah mendidik anak tunggalnya dengan penuh suka dan duka.  tetapi, Kelucuan, keceriaan dan ketangkasan Muhammad, bisa untuk menggembirakan hatinya. Setlah ditinggal suami tercinta, kerinduan akan mendiang suami tidak juga bisa terlupakan. Ia memutuskan untuk menziarahi makam sang suami sambil menziarahi kerabat yang ada di kota Yatsrib. Dengan mengajak serta anak dan pembantunya Ummu Aiman, Aminah mengikut kafilah dagang, berangkat ke Yatsrib. Dalam riwayat, ikut pula mertua dia Abdul Mutthalib. Ajal tidak sanggup ditolak, malaikat maut tidak pernah kompromi, kematian akan tiba kepada setiap insan pada dikala yang sudah ditentukan. Di tengah perjalanan pulang kembali ke Makkah, tepatnya di kampung Abwa, 210 km dari Madinah arah Makkah, Aminah meninggal dunia dan dimakamkan di sana. Usia dia kala itu sekitar 24 tahun.

Lengkap sudah, Muhammad menjadi yatim piatu. Mulai hari itu, anak kecil ini tidak lagi akan mendengar canda ibu, sehabis dia tidak pernah melihat kharisma wajah sang ayah. Muhammad kembali ke Makkah bersama Ummu Aiman, kakeknya Abdul Mutthalib dan rombongan kafilah dagang.

Untuk lebih terang daan perincinya, kami sedikit menguraikan Nasab Nenek moyang nabi walupun tidak dalam bentuk bagan. 

Pohon Nasab

Nasab Ayah dan Ibu

Ayah : Abdullah ibn Abdul Muththalib ibn Hasyim ibn Abd Manaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka’ab ibn Lu’ay ibn Ghalib ibn Fihr ibn Malik ibn al-Nadr ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrah ibn Ilyas ibn Mudhar ibn Nizar ibn Ma’ad ibn Adnan.

Ibu : Aminah bint Wahb ibn Abd Manaf ibn Zuhrah ibn Kilab. Nasab kedua orangtua baginda bertemu di salah satu kakek mereka yang berjulukan Kilab.

Nasab Kakek & Nenek

Kakek dari pihak ayah yakni : Abdul Mutthalib ibn Hasyim ibn Abd Manaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka’ab ibn Lu’ay ibn Ghalib ibn Fihr ibn Malik ibn Nadhr ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn Ilyas ibn Mudhar ibn Nizar ibn Ma’ad ibn Adnan.

Nenek dari pihak ayah yakni : Fatimah bint ‘Amr ibn ‘A’idz ibn Imran ibn Makhzum ibn Yaqizah ibn Murrah ibn Ka’ab ibn Lu’ay.
Kakek dari pihak ibu yakni : Wahb ibn Abd Manaf ibn Zuhrah ibn Kilab ibn Murrah.
Nenek dari pihak ibu yakni : Barrah bint Abd al-’Uzza ibn Utsman ibn ‘Abd al-Dar ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah. Dari paparan di atas, nasab ke atas Rasulullah dari pihak ibu dan ayah, semua bertemu di Murrah, termasuk dengan Khadijah.
Demikian sekelumit Sejarah Ayah Nabi Muhammad Dan Nama-nama Nenek Nabi baik dari jalur Ayah atau dari jalur Ibu sebagai bukti bahwa Nasab Beliau yakni bundar kalung mutiara yang dijaga oleh Allah.
Sumber : (Al-Bad'u wa At-Taariikh jilid I, Hal, 528) 
Sumber : ( Anwarul Muhammadiyah, Yusuf An Nabhaniy)
Sumber : ( Madarij Al-Su'ud ila Iktisa al-Burud Syarah kitab al-Barjanzi Syekh Ja;far, karangan Muhammad Ibn 'Umar al-Bantani  (Semarang, Matba'at Taha Putra,t.t.).
Related Posts