Anak Cacat Mental Dan Anak Sehat Mental
Anak Cacat Mental dan Anak Sehat Mental- Anak cacat mental ialah mereka yang kecerdasannya terang berada di bawah rata-rata. Di samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau ndeso atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hamper segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran menyerupai mengarang, menyimpulkan isi bacaaan, memakai simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang/terhambat dalam beradaptasi dengan lingkungan.
Anak cacat mental banyak macamnya, ada yang disertai dengan buta warna, disertai dengan kerdil badan, disertai dengan berkepala panjang, disertai dengan anyir tubuh tertentu dan sebagainya; tetapi ada pula yang tidak disertai apa-apa. Mereka semua mempunyai persamaan yaitu kurang cerdas dan terhambat dalam beradaptasi dengan lingkungan jikalau dibandingkan dengan sahabat sebayanya. Mereka mempunyai ciri-ciri khas dan tingkat cacat mental yang berbeda-beda, ada yang ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Terdapat perbedaan antara cacat mental dengan sakit mental, sakit jiwa, atau sakit ingatan.
Lihat juga : Alasan mengapa anak suka berbohong
Dalam bahasa Inggris sakit mental disebut mental illness yaitu merupakan kegagalan dalam membina kepribadian dan tingkah laku. Sedangkan cacat mental dalam bahasa Inggris disebut mentally retarded atau mental retardation merupakan ketidakmampuan memecahkan dilema disebabkan lantaran kecerdasan (inteligensinya) kurang berkembang serta kemampuan penyesuaian perilakunya terhambat. Hal ini yang membedakan cacat mental dengan sakit jiwa ialah: Cacat mental bermula dan berkembang pada masa perkembangan, yaitu semenjak anak lahir hingga kira-kira usia 18 tahun. Sedangkan sakit jiwa sanggup menyerang setiap saat, kapan saja. Namun sekalipun sakit jiwa dan cacat mental berbeda, tidak tidak mungkin anak cacat mental menderita sakit jiwa.
Dari banyak sekali definisi, ungkapan pengertian dan klarifikasi yang telah diuraikan di atas maka jelaslah bahwa untuk memilih seseorang termasuk kategori cacat mental, selain kemampuan kecerdasannya atau tingkat inteligensinya jelas-jelas berada di bawah normal perlu pula diperhatikan kemampuaan penyesuaiannya (adaptasi tingkah laku) terhadap lingkungan sosial dimana ia berada. Selanjutnya perlu diperhatikan ihwal waktu terjadinya cacat mental itu. Bila cacat mental terjadi sesudah masa perkembangan (setelah usia 18 tahun) maka ia tidak tergolong cacat mental.
Klasifikasi Anak Cacat Mental
Pengelompokan pada umumnya berdasarkan pada tarafintelegensinya, yang terdiri dari ndeso ringan, dan berat. Pengelompokan menyerupai ini sebetulnya bersifat artificial lantaran ketiga kelompok di atas tidak dibatasi oleh garis demargasi yang tajam. Gradasi dari satu level ke level berikutnya bersifat kontinyu.
Kemampuan inteligensi anak cacat mental kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC).
Kemampuan inteligensi anak cacat mental kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC).
- Cacat Mental Ringan
Cacat mental ringan disebut juga debil. Kelompok ini mempunyai IQ antara 68-52 berdasarkan Binet, sedangkan berdasarkan Skala Weschler (WISC) mempunyai IQ 69-55. Mereka masih sanggup mencar ilmu membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Namun pada umumnya anak cacat mental ringan tidak bisa melaksanakan penyesuaian social secara independen dan anak ini tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak menyerupai anak normal pada umumnya. Oleh lantaran itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak cacat mental dengan anak normal.
- Cacat Mental Sedang
- Cacat Mental Berat
Karakteristik Anak Cacat Mental
- Karakteristik Anak Cacat Mental Ringan
Anak cacat mental ringan banyak yang lancer berbicara tetapi kurang pembendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran berfikir abstrak, tetapi mereka masih sanggup mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus. Sebagaimana tertulis dalam The New American Webster (1956:301) bahwa: “Moron (debile) is a person whose mentality does not develop beyond the 12 year old level”. Maksudnya, kecerdasan berfikir seseorang cacat mental ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun.
- Karakteristik Anak Cacat Mental Sedang
Anak cacat mental sedang hamper tidak bias mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Mereka pada umumnya mencar ilmu secara membeo. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak cacat mental ringan. Mereka hamper selalu bergantung pada proteksi orang lain, tetapi sanggup membedakan ancaman dan yang bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk mencar ilmu memelihara diri dan beradaptasi terhadap lingkungan dan sanggup mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi. Pada umur remaja mereka gres mencapai kecerdasan yang sama dengan anak umur 7 atau 8 tahun.
- Karakteristik Anak Cacat Mental Berat
Anak cacat mental berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan slalu tergantung pada pertolongan dan dukungan orang lain. Mereka tidak sanggup memelihara diri sendiri. Pada umumnya mereka tidak sanggup membedakan mana yang berbahaya dan yang tidak berbahaya, tidak mungkin berpartisifasi dengan lingkungan di sekitarnya, dan jikalau sedang berbicara maka kat-kata ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan seorang anak cacat mental berat dan sangat berat hanya sanggup berkembang paling tinggi menyerupai anak normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
Sunaryo Kartadinata (1998/1999) menyampaikan karakteristik anak cacat mental antara lain (1) Keterbatasan inteligensi, (2) Keterbatasan social dengan ciri-ciri ; cenderung berteman dengan anak yang lebih muda, ketergantungan terhadap orang tua, tidak bisa memikul tanggung jawab. (3) Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya seperti; kurang bisa mempertimbangkan sesuatu, kurang bisa membedakan yang baik dengan yang buruk, yang benar dan yang salah, tidak membayangkan terlebih dahulukonsekuensi suatu perbuatan.
Sunaryo Kartadinata (1998/1999) menyampaikan karakteristik anak cacat mental antara lain (1) Keterbatasan inteligensi, (2) Keterbatasan social dengan ciri-ciri ; cenderung berteman dengan anak yang lebih muda, ketergantungan terhadap orang tua, tidak bisa memikul tanggung jawab. (3) Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya seperti; kurang bisa mempertimbangkan sesuatu, kurang bisa membedakan yang baik dengan yang buruk, yang benar dan yang salah, tidak membayangkan terlebih dahulukonsekuensi suatu perbuatan.
Guru Taman Kanak-kanak mengenali anak keterbelakangan mental melalui banyak sekali aktifitas selama kegiatan, bermain, bercerita, makan, di kelas maupun di halaman sekolah atau bagaimana cara ia berinteraksi dengan anak lain, guru, atau orang di sekitarnya. Begitu juga interaksinya dengan lingkungan alam, alat permainannya, dan rangsangan lain yang ada di sekitarnya.
Penyebab Anak Cacat Mental
- Peristiwa kelahiran
- Infeksi
- Malnutrisi berat
- Kekurangan yodium
- Terlambat memberi reaksi
- Memandang tangannya sediri
- Memasukkan benda ke mulut
- Kurang perhatian dan kurang konsentrasi
Anak Cacat Mental dan Anak Sehat Mental- Pengertian Kesehatan Mental Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “PsikologiAgama”bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasaberada dalam keadaan tenang, kondusif dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin sanggup dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada tuhan.Sedangkan berdasarkan paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakansuatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehatadalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsikejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan senang di dunia dan akhirat. Jika mental sehatdicapai, maka individu mempunyai integrasi, penyesuaian dan identifikasi positifterhadap orang lain. Dalam hal ini, individu mencar ilmu mendapatkan tanggung jawab,menjadi berdikari dan mencapai integrasi tingkah laku.Mental sehat insan dipengaruhi oleh faktor internal dan external.Keduanya saling mempengaruhi dan sanggup mengakibatkan mental yang sakit sehingga bisa mengakibatkan gangguan jiwa dan penyakit jiwa.
Masalah yang sering terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional remaja ialah ketidak seimbangan antara keduanya. Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang semenjak awal melalui banyak sekali macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan di sekolah dengan banyak sekali media. Mereka telah dibanjiri gosip banyak sekali informasi, pengertian-pengertian, serta konsep-konsep pengetahuan melalui media massa (televise, video, radio, dan film) yang semuanyatidak bisa dipisahkan dari kehidupan remaja sekarang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan semakin modern mempengaruhi dunia pendidikan yang cenderung mengutamakan aspek kognitif (kecerdasanintelektual), sementara nilai-nilai afektif keimanan, ketakwaan, mengelola emosi dana khlak mulia sebagaimana ditegaskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional yaitu :
- untuk menyebarkan potensi penerima didik biar menjadi insan yang berimandan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa dan berakhlak mulia, kurang banyak dikaji dalam dunia pendidikan persekolahan. Hal ini bukan lantaran tidak disadariesensinya, melainkan pendidikan lebih mengutamakan mengejar ilmu pengetahuandari pada mendidik dan membina kepribadian dan budpekerti mulia anak didik. Duniapendidikan tidak menyebarkan nilai-nilai afektif sebagai dasar pmbinaankepribadian anak yang menjadi tolok ukur pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan di Negara kita, menjadi parsial atau tidak utuh sebagaimana diisyaratkanoleh Pendidikan Umum bahwa pendidikan menyeimbangkan kemampuan kognitif,afektif dan psikomotorik. Akibat nilai pendidikan parsial, tidak menyeimbangkankognitif dan afektif, anak didik disatu pihak intelektualnya cerdas, kemampuan skillcakap dan terampil, di sisi lain potensi afeksi emosional tidak terbina terutama dikalangan remaja sehingga melahirkan abrasi moral afektual, kultural dan menjadipenyebab dehumanisasi dan demoralisasi. Gejala- tanda-tanda emosional para remajaseperti perasaan sayang, marah, takut, besar hati dan rasa malu, cinta dan benci,harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagaipendidik mengetahui setiap aspek tersebut dan hal yang lain merupakan sesuatuyang terbaik sehingga perkembangan remaja sebagai penerima didik berjalan dengannormal dan mulus tanpa ada mengalami gangguan sedikitpun.
Contoh eksperimen• The Still Face paradigm, dirancang oleh Edward Tronick, merupakanprosedur eksperimental untuk mempelajari perkembangan sosial danemosional bayi. Selama percobaan berlangsung, bayi dan orangtuaberinteraksi bercanda sebelum orang bau tanah tiba-tiba berhenti merespons danberpaling. Setelah waktu singkat, orang bau tanah reengages dengan bayi. Reaksibayi untuk orang bau tanah tiba-tiba tidak responsif dan tingkah lakunya ketikaorangtua resume interaksi, telah dipakai untuk mempelajari berbagaiaspek pembangunan sosial dan emosional awal.Gangguan kesehatan mental anak1. Gangguan KebiasaanGangguan kebiasaan mungkin suatu perjuangan yang dilakukan anak untukmengalahkan stres. Beberapa gangguan kebiasaan yang paling sering terjadidiantaranya mengisap ibu jari, menggigit kuku, membenturkan kepala, menggigitatau memukul dirinya sendiri, menggoyangkan tubuh dan lain sebagainya.Semua anak yang mengalami gangguan kebiasaan akan memperlihatkan perilakurepetitif, tetapi tergantung juga pada frekuensi dari kebiasaan itu. Sebagaicontoh, anak kadang mengisap jempol yang merupakan fenomena pertumbuhanyang biasa, tapi jikalau terus berlanjut hingga usia tertentu, mungkin menjadi tandaperingatan terhadap gangguan kebiasaan.2. Gangguan PsikologisGangguan psikologis pada anak mencakup perubahan emosi, fungsi fisik, perilakudan kinerja mental. Permasalahan gangguan psikologis tersebut dapatdisebabkan oleh faktor-faktor menyerupai gaya pengasuhan, perkara keluarga,kurangnya perhatian, penyakit kronis atau cedera, dan rasa kehilangan atauperpisahan.Anak biasanya tidak pribadi bereaksi ketika perkara terjadi, tetapi akanmenunjukkan reaksi kemudian hari. Bimbingan yang sempurna sanggup membantu anakdapat mempersiapkan diri jikalau dihadapkan pada perkara yang sifatnya traumatis pada anak.
Lihat juga: Pendidikan anak usia dini
Orang bau tanah harus sanggup memotivasi anak biar lebih ekspresifmenghadapi ketakutan dan kecemasannya.. Gangguan PerilakuPerilaku tertentu ialah normal terjadi pada belum dewasa pada usia dini, tetapi jikamasih tetap berlanjut hingga kemudian hari mungkin mengundang intervensi.Gangguan sikap pada anak sanggup ditunjukkan menyerupai suka melampiaskanamarah lantaran frustrasi atau kesal terhadap suatu hal.Orangtua bisa mengontrol sikap anak dengan menjauhkan anak dari hal-halyang menciptakan anak bertindak demikian. Sementara sikap anak yang mencuriatau berbohong mungkin umum pada tahap awal perkembangannya, pastikankebiasaan tersebut tidak berlanjut.3. Gangguan TidurMasalah tidur termasuk jam tidur yang terlalu banyak atau terlalu sedikit padaanak. Gangguan dikala tidur pada tahap petumbuhan mungkin mempunyai imbas yangmerugikan pada kemampuan kognitif anak. Orang bau tanah harus mendorong anakuntuk tidur pada waktu yang teratur setiap harinya.4. Gangguan KecemasanKecemasan dan ketakutan normal terjadi pada anak dalam masaperkembangan, tetapi jikalau terus berlanjut dalam waktu yang lama, mungkinakan melumpuhkan kondisi sosial anak. Gangguan kecemasan sanggup dikeloladengan cara mengobati kondisi kejiwaan anak menyerupai terapi keluarga. -Beberapa Jenis Gangguan Yang Sering Terjadi Pada Anak.
Related Posts