Macam-Macam Mode Komunikasi Anak Slb

Macam-macam Mode Komunikasi Anak SLB- 

Komunikasi Manual

Penggunaan komunikasi manual telah mengalami peningkatan yang cukup tajam, terutama dipakai pada kalangan bawah umur tuli, kurang pintar mental, dan tunarungu kurang pintar mental, begitu pula pada bawah umur autistic. Penggunaan komunikasi ini meliputi pula aneka macam variannya, tergantung tujuannya. Misalnya, anak tuli orang renta yang tuli akan didorong untuk banyak mencar ilmu aneka macam varian komunikasi manual semenjak dini sehingga bahasa “ibu” sanggup berkembang. Orang renta “nomal”  punya anak tunarungu akan banyak mencar ilmu varian bahasa isyarat (American Sign Language) untuk mengajarkan bahasa Inggris kepada anaknya yang dikoordinasikan/dikombinasikan dengan latihan bicara dan itu dilakukannya hampir setiap hari. Ada juga orang renta yang memakai metode Rochester, di dalamnya orang renta mengajarkan ejaan jari yang dikoordinasikan dengan pengucapannya. Mengapa melaksanakan itu semua, alasannya yakni dianggap tidak realistic mengajarkan bahasa kepada anak yang mengalami kendala (terutama perceptual dan integrasi motorik) kalau hanya memakai satu varian saja.

Lihat juga : Macam-macam dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Komunikasi manual mempunyai landasan yang tidak terbatas dalam penggunaanya, biasanya dikembangkan untuk tujuan-tujuan khusus. Namun, terkadang tidak dipakai juga. Seperti yang telah dilakukan oleh Webster, MecPherson, Sloman, Evans, dan Kucher (1973), mereka memakai pendekatan gesture dalam melatih bawah umur pria autistic nonvokal biar mengikuti pembelajaran dan memperlihatkan pembelajaran kepada bawah umur itu. Rutter (1968) melaporkan bahwa banyak bawah umur autistic bisa merespon dengan sempurna terhadap arahan gesture atau demonstrasi (peragaan) tapi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Churchill (1972) telah sukses menerapkan dan memakai bahasa isyarat sederhana kepada bawah umur autistic dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir asosiatifnya. Baumstrog (1976) berhasil mengajarkan isyarat kepada tiga orang anak autistic tapi kemampuannya itu tidak digeneralisir dikala anak berada di luar klinik alasannya yakni isyarat itu tidak dipakai secara konsisten sehari-hari di luar klinik.

Masih banyak hasil-hasil penelitian yang lain terutama terhadap subyek tunarungu, kurang pintar mental, dan tunarungu kurang pintar mental. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa penggunakan komunikasi manual sanggup dipakai pada orang pintar balig cukup akal tunarungu kurang pintar mental yang gres mencar ilmu komunikasi manual. Makara penggunaan komunikasi manual tidak dibatasi oleh usia. Bahkan berdasarkan Moores (1976) komunikasi manual itu sudah dimiliki semenjak lahir.
Dari aneka macam penelitian itu juga memperlihatkan bahwa komunikasi manual perlu dikoordinasikan atau dibarengi dengan dorongan biar anak berujar/mengucapkan apa yang diisyaratkannya. Hasil penelitian memperlihatkan bawah umur tunarungu kurang pintar mental lebih gampang memahami kalau komunikasi manual dikoordinasikan dengan ucapan.
 Penggunaan komunikasi manual telah mengalami peningkatan yang cukup tajam Macam-macam Mode Komunikasi Anak SLB

Memang banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa penggunaan komunikasi manual banyak dignakan oleh indvidu tuli/tunarungu, tapi dalam penggunaan yang luas sanggup dimanfaatkan oleh individu-individu lain yang mengalami gangguan bahasa dan komunikasi. Maka sanggup kita jumpai ada bawah umur autistic, kurang pintar mental, atau bawah umur lain yang memakai komunikasi manual.

Lihat Juga : Perkembangan Bahsa Pada Anak Tunagrahita

Dikarenakan dalam penggunaannya, komunikasi manual dikoordinasikan dengan ucapan, banyak keberhasilan yang memperlihatkan bawah umur yang tadinya nonvokal menjadi bisa mengucapkan sesuatu yang ia inginkan. Meskipun begitu, komunikasi manual bukan alat utama untuk mengajarkan berbicara tapi komunikasi ini merupakan fasilitator untuk berkomunikasi sebagai modal kemandirian.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan pula bahwa komunikasi manual sangat terbatas dikala berbenturan dengan Bahasa Inggris yang mempunyai karakter bahasa yang tidak konsisten. Terkadang anak resah dikala menghubungkan mode atau isyarat atau gesture suatu bentuk kata dalam bahasa Inggris dengan cara pengucapannya. Oleh alasannya yakni itu hasil penelitian menyarankan biar penggunaan komunikasi manual dalam bahasa Inggris tidak terpaku pada pengucapan tetapi lebih kepada makna dan fungsional.

Dari sekian banyak hasil penelitian di atas diperlukan memunculkan ide-ide yang lebih kreatif dan produktif sehingga komunikasi manual sanggup berekembang lebih baik. Diharapkan pula memunculkan penilaian yang mendalam terhadap penggunaan komunikasi manual ini.

Komunikasi Grafik

Komunikasi grafik merupakan ekspansi dari komunikasi manual. Di dalam komunikasi grafik terjadi proses menghubungkan antara isyarat dengan bahasa tulisan, ejaan jari dengan ejaan huruf, isyarat dengan frase/kata atau kalimat. Dengan demikian, bagi bawah umur tuli kurang pintar mental, komunikasi ini sulit dilakukan meskipun masih ada potensi untuk itu.

Bagi bawah umur lain komunikasi ini sangat baik dampaknya. Contoh, Schultz (1973) meneliti komunikasi ini pada anak cerebralpalsy yang diminta mengungkapkan apa yang diinginkannya melalui menghubungkan gambar dengan kata atau kalimat pada papan bahasa. Hasilnya memperlihatkan anak cerebralpalsy itu bisa mengungkapkan lewat grafik tersebut dan memperlihatkan peningkatan kemapuan bicaranya.

Komunikasi grafik bagi anak tunarungu kurang pintar mental tidak serumit ibarat pada anak di atas. Pada awalnya bisa dilakukan dengan memakai kartu kata yang bertuliskan “ya” “tidak”, untuk mencar ilmu mengungkapkan baiklah atau tidak menyetujui sesuatu. Namun demikian, komunikasi grafik bagi anak tunarungu kurang pintar mental hanya sanggup berkembang pada beberapa anak saja itupun dalam situasi yang terbatas dan sederhana. Maksud situasi terbatas yakni hanya berkembang pada satu seting (tempat) saja, contohnya di klinik saja, tida bisa digenaralisasi.

Komunikasi Sistem Simbol

Komunikasi system symbol mengacu kepada komunikasi tanpa bicara yang memakai aneka macam symbol dalam aneka macam ukuran, warna, dan sebagainya, tujuannya yakni untuk membantu mendapatkan dan mengekspresikan pesan. Ada tiga system symbol yang secara potensial sanggup dikembangkan/digunakan oleh bawah umur tunarungu kurang pintar mental, yaitu The Non-SLIP, Rebus, dan Bliss-Symbol System.

NON-SPEECH INITIATION PROGRAME (NON-SLIP). Non-SLIP dikembangkan oleh Carrier dan Peak (Carrier, 1974, 1976; Carrier & Peak, 1975) dan diperkuat oleh Premack (1970, 1971). Banyak dipakai kepada bawah umur tunagrahita berat.

Non-SLIP terdiri dari system symbol yang dibentuk pada potongan-potngan plastic. Sistem ini dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep keterampilan yang dibutuhkan untuk menguasai komunikasi bahasa fungsional. System ini berdasarkan perkiraan bahwa kompleksitas system respon bicara dipengaruhi oleh penguasaan bahasa (Schiefelbusch, Ruder, & Bricker, 1976). Melalui potongan-potongan plastic itu anak menyusun sejumlah symbol sehingga menjadi kesatuan pesan yang ingin disampaikan secara tepat.

Sistem Rebuss (Clark & Woodcock, 1976) memakai symbol ideografik yang biasanya dipakai dalam pengajaran membaca. System ini juga dipakai secara luas pada  aneka macam perkara yang mengalami kendala bicara dan komunikasi. Bahkan system ini juga dipakai pada anak non handicapped sebagai salah satu prosedur untuk membuatkan keterampilan pra membaca berbarengan dengan system ortografi (ejaan) tradisional.

Clark, Moores, dan Woodcock (1975a, 1975b) memakai Sistem Rebus dikombinasikan dengan The Minnoseta Early Language Development Sequence (MELDS), mode vocal, dan ASL.

Bliss Symbol System (Bliss, 1965; Clark & Woodcock, 1976; Mc…, 1979) lebih memerlukan perhatian dibandingkan dengan system tanpa bicara yang lainnya. System ini hampir sama dengan system Rebus, keduanya menciptakan symbol dari suatu konsep. Sistem Bliss lebih menyeluruh dalam menciptakan symbol, meliputi karakter alphabet, symbol dan kata. Bliss mempunyai rumusan alphabet tersendiri.

Lihat juga : Kondisi Intervensi bahasa terhadap penyandang gangguan pendengarann dan kurang pintar mental

Jika dipertanyakan problem efektifitas ketiga system tersebut belum banyak penelitian yang mengkaji hal itu. Hal tersebut dikarenakan sangat bergantung kepada perbedaan fungsi dari setiap system dan tergantung pada kebutuhan setiap anak. Tapi diperkirakan Sistem Rebus lebih mudah/sederhana untuk dipelajari lebih awal. Clarck (1977) membandingkan tiga system tersebut itu dengan system ortografik/ejaan tradisional. Hasilnya memperlihatkan bahwa system ejaan tradisional lebih sulit dipelajari dibandingkan dengan system symbol. Jika diurutkan dari yang termudah maka urutannya yakni Rebus, Bliss dan Non-SLIP. Namun dalam penerapanya boleh saja guru mengkombinasikan ketiga system tersebut.
Related Posts