Tahap Perkembangan Psikologi Anak

Tahap Perkembangan Psikologi Anak- Seorang ahli Psikologi mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah:

1. Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)

Piaget beropini bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini, inteligensi anak gres nampak dalam bentuk acara motorik sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting ialah tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini sebagai proses desentrasi, artinya anak sanggup memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun bahu-membahu benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara sedikit demi sedikit dan sistematis.
mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak Tahap Perkembangan Psikologi Anak

Lihat juga : Pendidikan huruf anak usia dini

2. Stadium pra-operasional (18 bulan—7 tahun)

Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan dalam mental. Semua proses ini memperlihatkan bahwa anak sudah bisa untuk melaksanakan tingkah laris simbolis. Anak sudah mempunyai penguasaan tepat wacana object permanence. Artinya, anak tersebut sudah mempunyai kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk membuatkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan memakai kata-kata yang benar serta bisa mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
  • Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum bisa (secara perseptual, emosional-motivational, dan konsepsual) untuk mengambil perspektif orang lain.
  • Cara berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain dan alhasil juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini.
  • Berpikir pra-operasional ialah tidak sanggup dibalik (irreversable). Anak belum bisa untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya.
  • Berpikir pra-operasional ialah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan transformasi perpindahannya A ke B.
  • Berpikir pra-operasional ialah transductive (pemikiran yang meloncat-loncat). Tidak sanggup melaksanakan pekerjaan secara berurutan . Dari total perintah hanya satu/ beberapa yang sanggup dilakukan.
  • Berpikir pra-operasional ialah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.

3. Stadium operasional konkrit (7—11 tahun)

Cara berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang besar, artinya anak kini contohnya sudah bisa untuk memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi ini satu sama lain. Anak kini juga memperhatikan aspek dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah bisa untuk mengerti operasi logis dari reversibilitas. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak gres bisa berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.

Psikologi mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah:

1. Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)

Piaget beropini bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini, inteligensi anak gres nampak dalam bentuk acara motorik sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting ialah tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini sebagai proses desentrasi, artinya anak sanggup memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun bahu-membahu benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara sedikit demi sedikit dan sistematis.
mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak Tahap Perkembangan Psikologi Anak

 Lihat juga : Alasan mengapa anak suka berbohong

Ada juga kekurangan dalam cara berpikir operasional konkrit. Yaitu anak bisa untuk melaksanakan acara logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, jikalau anak dihadapkan dengan suatu duduk kasus (misalnya duduk kasus klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya materi yang konkrit, maka ia belum bisa untuk menuntaskan duduk kasus ini dengan baik.

4. Stadium operasional formal (mulai 11 tahun)

Pada periode ini seorang remaja telah mempunyai kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
  • Kapasitas memakai hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan duduk kasus dengan memakai anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang beliau respons dan kapasitas memakai prinsip-prinsip abstrak.
  • Kapasitas memakai prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang ajaib secara luas dan mendalam.
Sedangkan berdasarkan Erik Erikson (1963), ada 4 tahap perkembangan psikosial anak, antara lain:

 1.  (dari semenjak lahir-1 tahun)

Sikap dasar psikososial yang dipelajari oleh bayi, bahwa mereka sanggup mempercayai lingkungannya. Timbulnya trust (percaya) dibantu oleh adanya pengalaman yang terus-menerus, berkesinambungan, adanya pengalaman yang ada kesamaannya dengan ‘trust’ dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi oleh orang tuanya. Apabila anak terpenuhi kebutuhan dasarnya dan apabila orang tuanya memperlihatkan kasih sayang dengan tulus, anak akan beropini bahwa dunianya (lingkungannya) sanggup mendapatkan amanah atau diandalkan. Sebaliknya apabila pengasuhan yang diberikan orang bau tanah kepada anaknya tidak memberikan/memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan, tidak konsisten atau sifatnya negatif, anak akan cemas dan mewaspadai lingkungannya.

2. ( antara 2-3 tahun)

Segera sehabis anak berguru ‘trust’ atau ‘mistrust’ terhadap orang tuanya, anak akan mencapai suatu derajat kemandirian tertentu. Apabila ‘toddler’ (1,6-3 tahun) menerima kesempatan dan memperoleh dorongan untuk melaksanakan yang diinginkan anak dan sesuai dengan tempo dan caranya sendiri, tetapi dengan supervisi orang bau tanah dan guru yang bijaksana, maka anak akan membuatkan kesadaran autonomy. Tetapi apabila orang bau tanah dan guru tidak sabar dan terlalu banyak melarang anak yang berusia 2-3 tahun, maka akan menimbulkan perilaku ragu-ragu terhadap lingkungannya. Sebaiknya orang bau tanah menghindari perilaku menciptakan aib anak apabila anak melaksanakan tingkah laris yang tidak disetujui orang tua. Karena rasa aib biasanya akan menimbulkan perasaan ragu terhadap kemampuan diri sendiri

3.  (antara 4-5 tahun)

Kemampuan untuk melaksanakan partisipasi dalam banyak sekali kegiatan fisik dan bisa mengambil inisiatif untuk suatu tindakan yang akan dilakukan. Tetapi tidak semua harapan anak akan disetujui orang bau tanah dan gurunya. Rasa percaya dan kebebasan yang gres saja diterimanya, tetapi kemudian timbul harapan menarik rencananya/kemauannya, maka timbul perasaan bersalah.

Apabila anak usia 4-5 tahun diberi kebebasan untuk menjelajahi dan bereksperimen dalam lingkungannya, dan apabila orang bau tanah dan guru memperlihatkan waktu untuk menjawab pertanyaan anak, maka anak cenderung akan lebih banyak mempunyai inisiatif dalam menghadapi duduk kasus yang ada di sekitarnya. Sebaliknya apabila anak selalu dihalangi keinginannya, dan dianggap pertanyaan atau apa saja yang dilakukan tidak ada artinya, maka anak akan selalu merasa bersalah.

4.  (6-11 tahun)

Dimensi polaritasnya adalah: memperoleh perasaan gairah dan di pihak lain mengatasi perasaan rendah diri. Dalam kekerabatan sosial yang lebih luas, anak menyadari kebutuhan untuk menerima kawasan dalam kelompok seumurnya. Anak harus berjuang untuk mencapai hal tersebut. Bila dalam kenyataannya ia masih dianggap sebagai anak yang lebih kecil baik di mata orang bau tanah maupun gurunya, maka akan berkembang perasaan rendah diri. Anak yang berkembang sebagai anak yang rendah diri, tidak akan pernah menyukai berguru atau melaksanakan tugas-tugas yang bersifat intelektual. Yang lebih parah, anak tidak akan percaya bahwa ia akan bisa mengatasi duduk kasus yang dihadapinya. sumber.

Psikologi mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah:

1. Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)

Piaget beropini bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini, inteligensi anak gres nampak dalam bentuk acara motorik sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting ialah tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini sebagai proses desentrasi, artinya anak sanggup memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun bahu-membahu benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara sedikit demi sedikit dan sistematis.
mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak Tahap Perkembangan Psikologi Anak

Lihat juga: Pendidikan Anak Usia Dini

Demikian Tahap Perkembangan Psikologi Anak biar bisa bermanfaat.
Related Posts