Plh (Pendidikan Lingkungan Hidup) Perhatian Islam Terhadap Lingkungan Hidup
PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup) Perhatian Islam Terhadap Lingkungan Hidup- Allah membuat lingkungan semesta alam yang indah, damai, manfaat, yang diatur manusia. Merupakan kewajiban penting bagi insan untuk memelihara habitat atau lingkungan semesta alam. Sebagaimana pentingnya menyeru insan supaya berpikir perihal ayat-ayat Allah Ta’ala akan insiden alam semesta, yang diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Allah Ta’ala berfirman, “Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak memiliki retak-retak sedikitpun. Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam flora yang indah dipandang mata.” (Qaaf: 6-7)249
Karena itu, tumbuh dan terjalinlah kekerabatan cinta dan kasih sayang antara Muslim dengan lingkungan sekitarnya berupa benda mati dan benda hidup. Memelihara lingkungan alam itu untuk manfaat di dunia. Sebab, dengan memelihara lingkungan alam sekitar, maka akan mengakibatkan kehidupan yang indah dan memesona. Sedangkan di alam abadi terdapat pahala yang besar di sisi Allah Ta’ala.
Dalam pendangan Nabi, lingkungan sebagai penguat pada sudut pandang Al-Qur’an yang universal perihal alam semesta, yang menegaskan bahwa di sana terdapat kekerabatan akrab dan timbal balik antara insan dan unsur-unsur alam semesta. Sedangkan titik temunya ialah terpancarnya keyakinan bahwa kalau insan berbuat jelek atau menggunakan unsur-unsur habitat alam secara membabi buta, maka alam pun akan meledak mengakibatkan kerusakan secara langsung.
Karena itu, syariat Islam dating membawa hukum pada setiap insan yang hidup di atas muka bumi, semoga jangan hingga membawa kerusakan dalam bentuk apapun pada semesta ini. Rasulullah berkata, “Tidak ada kerusakaan tidak pula bahaya…”250 Kemudian syariat Islam mengiringinya dengan kewaspadaan dari pencemaran lingkungan atau kerusakan. Rasulullah dalam duduk masalah ini bersabda, “Bertakwalah kalian dari tiga laknat: bertempur di sumber air, melubangi jalan, dan merusak kawasan berteduh.”251
Rasulullah menyatakan, memelihara diri dari tindak gangguan merupakan hak-hak di jalan umum. Diriwayatkan Abu Said Al-Khudri bersama-sama Nabi bersabda, “Hindarilah oleh kalian duduk-duduk di kawasan duduk tepi jalan.” Para sobat bertanya, “Kami tidak bias menghindarinya, lantaran itu merupakan kawasan mangkal dan kawasan kami bercakap-cakap.” Lalu Nabi bersabda, “Jika kau terpaksa duduk-duduk di sana, hendaklah kalian berikan hak bagi orang yang berjalan.” Para sobat bertanya, “Lantas apakah hak jalan itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Memelihara diri dari menyakitinya…”252 (Memelihara diri untuk tidak mengganggu) ini merupakan kalimat yang menyeluruh pada setiap gangguan dari insan yang menggunakan jalan umum atau jalan raya.
Secara umum Rasulullah mengikat antara pahala dan pemeliharaan lingkungan, sebagaimana sabdanya, “Telah ditampakkan amalan umatku, baik dan buruknya. Lalu saya mendapati salah satu amalan baiknya ialah menyingkirkan gangguan yang berada di tengah jalan. Aku mendapati salah satu amalan yang jelek di antaranya ialah berdahak di masjid dan tidak dipendam.”253
Beliau secara tegas memerintahkan untuk membersihkan kawasan tinggal, sebagaimana sabdanya, “Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai yang baik-baik. Allah itu higienis menyukai yang bersih-bersih. Karena itu, sucikan perabot-perabot kalian. Jangan mirip orang-orang Yahudi.”254
Sungguh alangkah dalam pengajaran dan syariat yang mneganjurkan kehidupan baik terbebas dari segala macam kotoran. Demikian itu sanggup mengakibatkan ketenangan jiwa insan dan sehat sentosa.
Dalam bentuk yang terperinci dan gamblang, Islam tetapkan proposal untuk memelihara lingkungan serta keindahannya, sebagaimana yang tampak dalam sabda Rasul ketika seorang sobat bertanya kepadanya, “Apakah termasuk di antara perilaku sombong itu ialah menggunakan pakaian dan sandal yang bagus? Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong itu mengingkari kebenaran dan meremehkan manusia.”255 Tidak diragukan lagi bahwa keindahan ialah proposal untuk menampakkan lingkungan yang telah diciptakan oleh Allah dengan indah dan menawan.
Lihat juga : PLH Air dan Udara dalam al-Quran
Sebagaimana kita dapati dalam petunjuk Rasul pada kecintaan ia terhadap wewangian yang harum semerbak di antara manusia, memberinya petunjuk, memperindah lingkungan, menentang lingkungan yang jorok. Karena itu, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menampilkan amis wangi, hendaklah dia tidak menolaknya. Sesungguhnya itu merupakan kawasan yang membawa dispensasi dengan amis yang wangi.”256Termasuk di antara keagungan islam sebagaimana disunnahkan dalam syariat, khususnya soal lingkungan, dalam sebuah hadits terdapat proposal untuk menyuburkan bumi dan menanaminya, sebagaimana sabdanya, “Tidaklah seorang Muslim menanam biji kecuali apa yang dimakan darinya itu merupakan sedekah. Apa yang dicuri merupakan sedekah. Apa yang dimakan oleh hewan buas baginya sedekah. Apa yang dimakan burung baginya sedekah. Tak seorang pun yang menanamnya257 kecuali baginya itu sedekah.”258
Termasuk keagungan Islam ialah bahwa pahala menanam membawa manfaat baik bagi lingkungan yang tinggal di sekitarnya terus-menerus mengalir selagi flora itu bias dipetik manfaatnya, meski flora itu berpindah menjadi milik orang lain yang menguasainya, atau alasannya meninggalnya orang yang menanam.
Syariat Islam telah menawarkan upah (hak untuknya) yang dianugerahkan kepada insan yang menyuburkan bumi yang kerontang. Sebab, menanam pohon, atau menanam biji-bijian, mengairi bumi yang kering dan gersang, termasuk perbuatan baik dan amal kebajikan. Dalam duduk masalah ini Rasul bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang telah mati, tanah itu menjadi haknya – yaitu pahalan – dan apa saja yang dimakan oleh Al-Awaafi (Burung dan hewan buas)259 bagi orang tersebut merupakan sedekah.”260
Karena air termasuk salah satu pelopor sumber kehidupan bagi lingkungan semesta alam, maka kita dihentikan boros menggunakan air. Menjaga kesuciannya merupakan hukum pokok dalam Islam. Rasulullah dalam duduk masalah air ini memberi hikmah supaya tidak berlebih-lebihan. Sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bahwa Nabi bertemu Saad 261 sedang dia dalam keadaan wudhu. Beliau bersabda, “Mengapa terjadi pemborosan air ini, hai Saad?” Saad menjawab, “Apakah dalam berwudhu juga termasuk pemborosan?” Beliau bersabda, “Benar, meski kau berada dalam sungai yang mengalir.”262 Nabi juga melarang mencemari air, dengan larangan kencing di air yang tidak mengalir.263
249 Al-Bahij: Sesuatu yang bagus meiputi keindahan, bahagia, dan sedap kalau di pandang. Lihat: Ibnu Manzhur, Lisan Al-Arab, Madah Bahaja (2/216).
250 HR. Ahmad dari Ibnu Abbas (2719), Syuaib Al-Arnauth mengatakan, “Hadits ini hasan.” Hakim (2345) dan berkata, “Sanadnya shahih dnegan syarat Muslim dan dia tidak mengeluarkannya.”
251 Lihat: Al-Adzim Abadi, Aunul Ma’bud (1/13).
252 HR. Al-Bukhari dari Abu Said Al-Khudri, Kitab Al-Mazhalim, Bab Afniyatut Daur wa Al-Julus fiiha wa al-Juluus ala Sha’adaa’ (2333). Dan riwayat Muslim, Kitab Al-libaas wa Az-Ziinah, Bab Nahyu anil Juluus fi Thuruqaat wa I’thaa’u thariq haqqahu (2112).
253 HR. Muslim dari Abu Dzar, Kitab Al-Masaajid wa Mawaadhi’us Shalat, Bab An-Nahyu ‘anil Bishaaq fii masjid fii Shalat wa Ghairuha (553), dan Ahmad (21589), Ibnu Majah (3683).
254 HR. At-Tirmidzi dari Saad bin Abi Waqqash, Kitab Al-Adab, Bab Maa Jaa’a fii An-Nazhafah (2799), Abu Ya’la (790), Al-albani mengatakan, “Hadits ini shahih.” Lihat: Misykat Al-Mashaabiih (4455).
255 HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, Kitab Al-Iman, Bab Tahrim Al-kibr wa Bayaanuhu (91), Ahmad (3789), dan Ibnu Hibban (5466).
256 HR. Muslim dari Abu Hurairah: Kitab Al-faadz min Al-Adab wa Ghairuha, Bab Istikmal Al-Misk (2253), Tirmidzi (2791).
257 Yazra’ahu minggu artinya jangan hingga mengurangi dan mengambilnya. Lihat; Ibnu Manzhur, Lisan Al-Arab, Madah Raza’a 1/85.
258 HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah, Kitab Al-Masaaqat, Bab Fadhlul Gharsyu wa Zar’u (1552), Ahmad (27401).
259 Ibnu Manzhur, Lisan Al-Arab, Madah Afaa (15/72).
260 HR. An-Nasa’i dari Jabir bin Abdullah, Kitab Ihya’ Al-Mawaat, Bab Hatsu alaa Ihyaa’ Al-Mawaat (5756), Ibnu Majah (5205), Syuaib Al-Arnauth mengatakan, “Hadits Shahih.”
261 Saad bin Abi Waqqash bin Wahib Az-Zuhri ialah salah seorang sobat Nabi yang di jamin masuk surge dan sobat yang kematiannya paling akhir. Lihat: Ibnu Atsir, Asadul Ghabah (2/433), Ibnu Hajar Al-Asqalani, Al-Ishaabah (3/73 (3196).
262 Ibnu Majah, Kitab Thaharah wa Sunanuha, Bab Maa Ja’a fi Al-Qashar wa Karahiyatu Ta’addaa fihi (425), Al-Albani menghasankan hadits ini. Lihat: Silsilah Ash-Shahihah (3292).
263 HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah, Kitab Thaharah, Bab An-Nahyu Anil Bauli fii Al-maa’I (281), Abu Dawud (69), Tirmidzi (68).
0 Response to "Plh (Pendidikan Lingkungan Hidup) Perhatian Islam Terhadap Lingkungan Hidup"
Posting Komentar