Hari Anak Nasional (Han) 2016 “Akhiri Kekerasan Pada Anak”
Hari Anak Nasional (HAN) 2016 “Akhiri Kekerasan pada Anak”- Seperti dilansir oleh Kicaunews.com. jakarta. Sesuai tema Hari Anak Nasional (HAN) 2016 “Akhiri Kekerasan pada Anak”. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yimbise mengajak semua pihak bersama-sama mengakhiri kekerasan pada anak kini dan selamanya. Demikian presscon yang diadakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan di hadiri Sesmen KPPA, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia Seto Mulyadi di KPPPA Jl. Medan Merdeka Barat No.15 Jakarta Pusat, sabtu (16/7/2016).
Karena banyaknya masalah kejahatan seksual yang menimpa anak Indonesia mengundang keprihatinan Presiden Joko Widodo. Presiden pun mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No.1 Tahun 2016 perihal Perubahan kedua atas UU No.23 Tahun 2002 perihal proteksi anak.
Puncak peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2016 akan diselenggarakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tanggal 23 Juli 2016. Rangkaian program HAN 2016 diantaranya aktivitas Forum Anak yang berlangsung semenjak 19-22 Juli 2016 di Mataram NTB. Acara ini dihadiri 545 anak dari utusan Forum Anak Provinsi.
Anak-anak nantinya akan berkesempatan pula berdualog dengan Presiden Joko Widodo dan akan ada pembacaan Suara anak Indonesia oleh dua orang perwakilan Forum Anak Indonesia. Akan ada pula flassmob mengejar mimpi anak Indonesia bersama Presiden, Ibu Negara, Menko PMK, Menteri PP dan PA, Gubernur NTB dan Walikota Mataram. (Sunarto)
Hari Anak Nasional (HAN) 2016 “Akhiri Kekerasan pada Anak” Seperti di beritakan oleh BANGKAPOS.COM,BANGKA- Peringatan Hari Anak Nasional Tahun 2016 yang jatuh pada 23 Juli ini di Kabupaten Bangka masih menyisakan banyak catatan terutama tingginya angka kekerasan terhadap anak.
Berdasarkan catatan Yayasan Nur Dewi Lestari Kabupaten Bangka yang konsen dibidang advokasi anak dan perempuan, angka kekerasan terhadap anak pada tahun 2015 mencapai 18 masalah yang mereka tangani, sedangkan pertengahan tahun 2016 ini sudah mencapai 36 kasus.
Diakui Ketua Yayasan Nur Dewi Lestari, Nurmala Dewi angka kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Kasus kekerasan terhadap anak ini menyerupai gunung es yang hanya terlihat dipermukaannya saja namun gotong royong masih banyak masalah kekerasan terhadap anak yang tidak terungkap.
Apalagi para pelaku kebanyakan orang-orang terdekat ialah orang-orang dilingkungan sekitar baik di daerah tinggal, sekolah hingga keluarga.
"Kekerasan terhadap anak di Bangka sendiri ada 18 kasus. Sedangkan untuk provinsi sebanyak 20 masalah yang ditangani LPA Babel. Ada yang ditindaklanjuti ada yang tidak, sebab tidak ditemukan pelakunya sehingga tidak hingga ke pengadilan. Untuk tahun ini saja ada 27 anak yang menjadi korban sodomi, yang jadi korban traficking satu anak, pelecehan seksual ada empat masalah dan pelecehan seksual ada tiga kasus," terang Dewi.
Diakuinya faktor utama terjadinya kekerasan terhadap anak sebab kurangnya perhatian orang tua, kurangnya komunikasi dan terpengaruh dengan lingkungan.
"Misalnya di rumah orang renta tidak jeli membaca situasi kalau ada yang ingin melaksanakan kekerasan terhadap anaknya. Pelaku biasanya orang-orang terdekat dengan anak, dapat pamannya, bapak kandungnya, teman-temannya atau gurunya. Orang renta atau guru tidak tahu anak itu dalam bahaya," terang Dewi.
"Misalnya di rumah orang renta tidak jeli membaca situasi kalau ada yang ingin melaksanakan kekerasan terhadap anaknya. Pelaku biasanya orang-orang terdekat dengan anak, dapat pamannya, bapak kandungnya, teman-temannya atau gurunya. Orang renta atau guru tidak tahu anak itu dalam bahaya," terang Dewi.
Menurutnya untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak, orang renta harus lebih perhatian, memperlihatkan kasih sayang, dan membangun komunikasi dengan anak.
"Anak ketika pulang sekolah sesudah makan diajak ngobrol tadi mencar ilmu apa, ada PR tidak, bagaimana teman-temannya, gurunya. Ditanya ketika pulang sekolah itu, kau main dimana," saran Dewi kepada para orang tua.
"Anak ketika pulang sekolah sesudah makan diajak ngobrol tadi mencar ilmu apa, ada PR tidak, bagaimana teman-temannya, gurunya. Ditanya ketika pulang sekolah itu, kau main dimana," saran Dewi kepada para orang tua.
Begitu juga kalau anak belum pulang sekolah orang renta harus mencari jangan dibiarkan. Jika tidak diperhatikan maka anak akan lepas kontrol dan merasa bebas sehingga tidak mengetahui ada ancaman yang mengintainya.
Untuk anak yang berhadapan dengan aturan (ABH) yang ditangani Yayasan Nur Dewi Lestari sebanyak empat orang. Diakuinya gotong royong banyak masalah anak yang berhadapan dengan aturan tetapi yang melapor hanya empat anak dimana orang tuanya meminta pendampingan kepada Yayasan Nur Dewi Lestari.
Empat masalah kekerasan terhadap anak yang ditanganinya terkait dengan narkoba, pelecehan seksual dan mencuri.
"Kami dari lembaga, dari LSM, LPA juga berkolaborasi baik dengan kepolisian, pemerintah dan pihak lainnya untuk mendampingi bawah umur korban kekerasan maupun anak yang berhadapan dengan hukum. Untuk anak yang berhadapan dengan aturan ini biasanya anak putus sekolah, pelajar juga ada tetapi tidak banyak," ungkap Dewi.
"Kami dari lembaga, dari LSM, LPA juga berkolaborasi baik dengan kepolisian, pemerintah dan pihak lainnya untuk mendampingi bawah umur korban kekerasan maupun anak yang berhadapan dengan hukum. Untuk anak yang berhadapan dengan aturan ini biasanya anak putus sekolah, pelajar juga ada tetapi tidak banyak," ungkap Dewi.
Bagi pihak sekolah beliau berharap, kalau anak pembangkang jangan dikeluarkan dari sekolah atau drop out sebab anak ingin sekolah dimana guru wajib mendidik mereka.
"Guru semoga dapat mendidik jangan hanya dapat mengajar. Kalau dulu anak dipukul guru tidak ada orang renta lapor polisi sebab dulu guru mendidik menyerupai orang tuanya sendiri. Misalnya tidak sekolah dicari, mereka mendidik dengan tulus jadi murid dengan guru menyerupai dengan orang renta sendiri dan murid, kalau dipukul tidak merasa dendam sebab menyerupai orang tuanya, tetapi jangan memukul siswa hingga keterlaluan. Kalau kini guru dengan murid kalau berpapasan tidak bertegur sapa menyerupai tidak kenal," ungkap Dewi.
"Guru semoga dapat mendidik jangan hanya dapat mengajar. Kalau dulu anak dipukul guru tidak ada orang renta lapor polisi sebab dulu guru mendidik menyerupai orang tuanya sendiri. Misalnya tidak sekolah dicari, mereka mendidik dengan tulus jadi murid dengan guru menyerupai dengan orang renta sendiri dan murid, kalau dipukul tidak merasa dendam sebab menyerupai orang tuanya, tetapi jangan memukul siswa hingga keterlaluan. Kalau kini guru dengan murid kalau berpapasan tidak bertegur sapa menyerupai tidak kenal," ungkap Dewi.
Bagi anak yang putus sekolah ini, ia mengharapkan adanya perhatian pemerintah maupun pihak keluarga sendiri terutama orang renta semoga mau memotivasi anaknya melanjutkan sekolah mereka. Pasalnya kalau anak putus sekolah alhasil mereka cenderung melaksanakan tindakan kriminal menyerupai seks bebas, tawuran, narkoba, curanmor dan lainnya.
"Kita berharap adanya perhatian dari pemerintah maupun lingkungannya untuk bersama-sama membina anak. Bagi anak yang berhadapan dengan aturan yang putus sekolah juga bagaimana mereka dapat melanjutkan pendidikannya," harap Dewi.
"Kita berharap adanya perhatian dari pemerintah maupun lingkungannya untuk bersama-sama membina anak. Bagi anak yang berhadapan dengan aturan yang putus sekolah juga bagaimana mereka dapat melanjutkan pendidikannya," harap Dewi.
Penulis: nurhayati
Diambil Dari Berbagai sumber.
0 Response to "Hari Anak Nasional (Han) 2016 “Akhiri Kekerasan Pada Anak”"
Posting Komentar