Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’An

Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an_Pendidikan mempunyai kiprah penting pada masa kini ini. Karena tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan moderen sulit untuk diwujudkan. Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang ilmiah pula. Yaitu melalui metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji. Karena tanpa melalui proses ini pengetahuan yang didapat tidak sanggup dikatakan ilmiah.

Pendidikan mempunyai kiprah penting pada masa kini ini Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’anDalam Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan. Tua atau muda, laki-laki atau wanita, miskin atau kaya mendapat porsi sama dalam pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan duniawi juga. Karena mustahil insan mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui jalan kehidupan dunia ini.

Lihat juga :PLH Air dan Udara dalam Al-Qur'an

Islam juga menekankan akan pentingnya membaca, menelaah, meneliti segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini. Membaca, menelaah, meneliti hanya bisa dilakukan oleh manusia, lantaran hanya insan makhluk yang mempunyai logika dan hati. Selanjutnya dengan kelebihan logika dan hati, insan bisa memahami fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya, termasuk pengetahuan. Dan sebagai implikasinya kelestarian dan keseimbangan alam harus dijaga sebagai bentuk pengejawantahan kiprah insan sebagai khalifah fil ardh.

Dalam goresan pena ini akan dipaparkan pandangan Islam wacana pendidikan, pemerolehan pengetahuan (pendidikan), dan arah tujuan pemanfaatan pendidikan.

Pendidikan Menurut al-Qur’an

al-Qur’an telah berkali-kali menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa pengetahuan pasti kehidupan insan akan menjadi sengsara. Tidak hanya itu, al-Qur’an bahkan memposisikan insan yang mempunyai pengetahuan pada derajat yang tinggi. al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 menyebutkan:

“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”.

al-Qur’an juga telah memperingatkan insan biar mencari ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka wacana agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu sanggup menjaga dirinya”.

Dari sini sanggup dipahami bahwa betapa pentingnya pengetahuan bagi kelangsungan hidup manusia. Karena dengan pengetahuan insan akan mengetahui apa yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan yang membawa madharat.

Dalam sebuah sabda Nabi saw. dijelaskan:

Mencari ilmu ialah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)

Hadits tersebut memperlihatkan bahwa Islam mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk mendapat pengetahuan. Yaitu, kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan.

Islam menekankan akan pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia. Karena tanpa pengetahuan pasti insan akan berjalan mengarungi kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya akan membuat insan semakin terlunta-lunta kelak di hari akhirat.

Imam Syafi’i pernah menyatakan:

Barangsiapa menginginkan dunia, maka harus dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, maka harus dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu”.

Dari sini, sudah seyogyanya insan selalu berusaha untuk menambah kualitas ilmu pengetahuan dengan terus berusaha mencarinya hingga tamat hayat.

Dalam al-Qur’an surat Thahaa ayat 114 disebutkan:

Katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan’.”

Pemerolehan Pengetahuan dan Objeknya (Proses Pendidikan)

Pendidikan Islam mempunyai karakteristik yang berkenaan dengan cara memperoleh dan membuatkan pengetahuan serta pengalaman. Anggapan dasarnya ialah setiap insan dilahirkan dengan membawa fitrah serta dibekali dengan aneka macam potensi dan kemampuan yang berbeda dari insan lainnya. Dengan bekal itu kemudian beliau belajar: mula-mula melalui hal yang sanggup diindra dengan memakai panca indranya sebagai jendela pengetahuan; selanjutnya sedikit demi sedikit dari hal-hal yang sanggup diindra kepada yang abstrak, dan dari yang sanggup dilihat kepada yang sanggup difahami. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam teori empirisme dan positivisme dalam filsafat. Dalam firman Allah Q.s. an-Nahl ayat 78 disebutkan: 

Dan Allah mengeluarkan kau dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kau pendengaran, penglihatan, dan hati biar kau bersyukur”. (1)

Lihat juga: Pengertian Pendidikan

Dengan pendengaran, penglihatan dan hati, insan sanggup memahami dan mengerti pengetahuan yang disampaikan kepadanya, bahkan insan bisa menaklukkan semua makhluk sesuai dengan kehendak dan kekuasaannya. Dalam al-Qur’an surat al-Jatsiyah ayat 13 disebutkan:

Dan beliau menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat gejala (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.

Namun, intinya proses pemerolehan pengetahuan ialah dimulai dengan membaca, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5:

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1), Dia telah membuat insan dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah (3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4), Dia mengajar kepada insan apa yang tidak diketahuinya (5)”.

Dalam pandangan Quraish Shihab kata Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna mirip menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks tertulis maupun tidak.

Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, lantaran al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, gejala zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’ meliputi segala sesuatu yang sanggup dijangkaunya.[2]

Sebagaimana dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 101 disebutkan:

Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi”.

Al-Qur’an membimbing insan biar selalu memperhatikan dan menelaah alam sekitarnya. Karena dari lingkungan ini insan juga bisa berguru dan memperoleh pengetahuan.

Dalam al-Qur’an surat asy-Syu’ara ayat 7 juga disebutkan:

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”.

Demikianlah, al-Qur’an secara dini menggarisbawahi pentingnya “membaca” dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian menentukan materi bacaan yang tepat.[3]

Namun, pengetahuan tidak hanya terbatas pada apa yang sanggup diindra saja. Pengetahuan juga meliputi aneka macam hal yang tidak sanggup diindra. Sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an surat Al-Haqqah ayat 38-39:

Maka Aku bersumpah dengan apa yang kau lihat (38). Dan dengan apa yang tidak kau lihat (39)”.

Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan nonmateri, fenomena dan nonfenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh insan pun tidak. Dalam al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 8 disebutkan:

Allah membuat apa yang kau tidak mengetahuinya”.[4]

Sebagaimana telah dipaparkan di atas, dalam pengetahuan insan tidak hanya sebatas apa yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia, namun juga semua pengetahuan yang sanggup menyelamatkannya di darul abadi kelak.

Islam mengehendaki pengetahuan yang benar-benar sanggup membantu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan terkait urusan duniawi dan ukhrowi, yang sanggup menjamin kemakmuran dan kesejahteraan hidup insan di dunia dan di akhirat.

Pengetahuan duniawi ialah aneka macam pengetahuan yang berafiliasi dengan urusan kehidupan insan di dunia ini. Baik pengetahuan moderen maupun pengetahuan klasik. Atau lumrahnya disebut dengan pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan ukhrowi ialah aneka macam pengetahuan yang mendukung terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan hidup insan kelak di akhirat. Pengetahuan ini meliputi aneka macam pengetahuan wacana perbaikan contoh sikap manusia, yang meliputi contoh interaksi insan dengan manusia, insan dengan alam, dan insan dengan Tuhan. Atau biasa disebut dengan pengetahuan agama.

Pengetahuan umum (duniawi) tidak sanggup diabaikan begitu saja, lantaran sulit bagi insan untuk mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui kehidupan dunia ini yang mana dalam menjalani kehidupan dunia ini pun harus mengetahui ilmunya. Demikian halnya dengan pengetahuan agama (ukhrowi), insan tanpa pengetahuan agama pasti kehidupannya akan menjadi hampa tanpa tujuan. Karena kebahagiaan di dunia akan menjadi sia-sia ketika kelak di darul abadi menjadi nista.

Islam selalu mengajarkan biar insan menjaga keseimbangan, baik keseimbangan dhohir maupun batin, keseimbangan dunia dan akhirat. Dalam Qs. Al-Mulk ayat 3 disebutkan:

Yang telah membuat tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang! Adakah kau lihat sesuatu yang tidak seimbang?”.

Dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 8 juga disebutkan:

Segala sesuatu di sisi-Nya mempunyai ukuran”.

Dari sini sanggup dipahami bahwa Allah selalu membuat segala sesuatu dalam keadaan seimbang, tidak berat sebelah. Demikian halnya dalam penciptaan manusia. Manusia juga tercipta dalam keadaan seimbang. Dari keseimbangan penciptaannya, insan dibutuhkan bisa membuat keseimbangan diri, lingkungan dan alam semesta. Karena hanya insan yang bisa melakukannya sebagai bentuk dari kekhalifahan insan di muka bumi.

Dalam  al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77 disebutkan:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kau melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat oke (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kau berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Manusia tidak dianjurkan oleh Islam hanya mencari pengetahuan yang hanya berorientasi pada urusan darul abadi saja. Akan tetapi, insan dibutuhkan tidak melupakan pengetahuan wacana urusan dunia. Meskipun kehidupan dunia ini hanyalah sebuah permainan dan senda gurau belaka, atau hanyalah sebuah sandiwara raksasa yang diciptakan oleh Tuhan semesta alam. Namun, intinya insan dibutuhkan bisa menjaga keseimbangan dirinya dalam menjalani realita kehidupan ini, termasuk dalam mencari pengetahuan.

Al-Qur’an surat al-An’aam ayat 32 menyebutkan:

Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung darul abadi itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kau memahaminya?”.

Islam menghendaki biar pemeluknya mempelajari pengetahuan yang dipandang perlu bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan di darul abadi kelak. Dalam al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 201 disebutkan:

Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di darul abadi dan peliharalah kami dari siksa neraka”.

Kebaikan (hasanah) dalam bentuk apapun tanpa didasari ilmu, pasti tidak akan terwujud. Baik berupa kebaikan duniawi yang berupa kesejahteraan, ketenteraman, kemakmuran dan lain sebagainya. Apalagi kebaikan di darul abadi tidak akan tercapai tanpa adanya pengetahuan yang memadai. Karena segala bentuk keinginan dan impian tidak akan terwujud tanpa adanya perjuangan dan pengetahuan untuk mencapai keinginan dan impian itu sendiri.

Pemanfaatan Pengetahuan (Orientasi Pendidikan)


Manusia mempunyai potensi untuk mengetahui, memahami apa yang ada di alam semesta ini. Serta bisa mengkorelasikan antara fenomena yang satu dan fenomena yang lainnya. Karena hanya insan yang disamping diberi kelebihan indera, insan juga diberi kelebihan akal. Yang dengan inderanya beliau bisa memahami apa yang tampak dan dengan hatinya beliau bisa memahami apa yang tidak nampak. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 disebutkan:

Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”.

Yang dimaksud nama-nama pada ayat tersebut ialah sifat, ciri, dan aturan sesuatu. Ini berarti insan berpotensi mengetahui diam-diam alam raya.

Lihat juga : Emansipasi perempuan dalam pandangan Islam

Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam raya membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan sanggup memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu mengantarkan insan berpotensi untuk memanfaatkan alam yang telah ditundukkan Tuhan.[5]

Namun, di sisi lain insan juga mempunyai nafsu yang cenderung mendorong insan untuk menuruti keinginannya. Nafsu bila tidak terkontrol maka yang terjadi ialah keinginan yang tiada akhirnya. Nafsu juga tidak jarang menjerumuskan insan dalam lembah kenistaan. Dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 53 disebutkan:

Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku”.
al-Qur’an menandaskan bahwa umat Islam ialah umat terbaik, yang bisa membuat lingkungan yang baik, kondusif, yang bermanfaat bagi seluruh alam. Karena sebaik-baik insan ialah yang paling bermanfaat bagi insan lainnya.

Dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110 disebutkan:

Kamu ialah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.

Sabda Nabi saw.:

Sebaik-baik insan ialah yang paling bermanfaat”.

Pisau akan sangat berkhasiat ketika dipakai oleh orang yang berpikiran positif dan jago dalam memakai pisau. Sebaliknya, ketika pisau dipakai oleh orang yang berpikiran negatif, pasti bukan kemanfaatan dan kemaslahatan yang akan dihasilkan dari pisau itu, melainkan kemadharatan.

Demikian halnya dengan pengetahuan, ketika penggunaannya bertujuan untuk mencapai kemanfaatan pasti pengetahuan itu pun akan bermanfaat. Namun sebaliknya, ketika pengunaan pengetahuan dipakai untuk kemadharatan, maka kemadharatan itulah yang akan didapat.

Ilmu pengetahuan ialah sebuah hubungan antara pancaindera, logika dan wahyu. Dengan pancaindera dan logika (hati), insan bisa menilai sebuah kebenaran (etika) dan keindahan (estetika). Karena dua hal ini ialah piranti utama bagi insan untuk mendapat pengetahuan. Namun, disamping mempunyai kelebihan, kedua piranti ini mempunyai kekurangan. Sehingga keduanya masih membutuhkan penolong untuk memperlihatkan wacana hakikat suatu kebenaran, yaitu wahyu. Dan dengan wahyu insan sanggup memahami posisinya sebagai khalifah fil ardh.[6]

Wahyu yang diturunkan kepada insan tidak hanya berisikan perintah dan larangan saja, akan tetapi lebih dari itu al-Qur’an juga membahas wacana bagaimana seharusnya hidup dan menghargai kehidupan. Dan tidak terlepas juga di dalam al-Qur’an dikaji wacana sains dan teknologi sehingga tidaklah hiperbola bila kita menyebutnya sebagai kitab sains dan medis[7].

Namun, aneka macam bentuk kemajuan sains dan teknologi serta ilmu pengetahuan tanpa didasari tujuan yang benar, pasti hanya akan menjadi sebuah bumerang yang menghancurkan kehidupan manusia. Karena tidak jarang ketika ini insan malah mengalami kejenuhan, kehampaan jiwa, hedonisme, materialisme bahkan dekadensi moral yang tidak jarang pula implikasinya merugikan diri mereka sendiri bahkan lingkungan sekitar. Padahal dengan adanya kemajuan sains dan teknologi kehidupan insan dibutuhkan menjadi lebih mudah, efisien, instan, yang bukan malah menjadikan tekanan jiwa dan kerusakan lingkungan.

Dalam Islam telah digariskan aturan-aturan moral penggunaan pengetahuan. Apapun pengetahuan itu, baik kesyaritan maupun lainnya, teoritis maupun praktis, menyerupai pisau bermata dua yang sanggup dipakai pemiliknya untuk berlaku munafik dan berkuasa atau berbuat kebaikan dan mengabdi kepada kepentingan umat manusia. Pengetahuan wacana atom umpamanya, sanggup dipakai untuk tujuan-tujuan perdamaian dan kemanusiaan, tapi sanggup pula dipakai untuk menghancurkan kebudayaan insan melalui senjata-senjata nuklir.[8]

Al-Qur’an juga telah menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi ialah akhir dari ulah insan sendiri. Dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 41 disebutkan:

Telah nampak kerusakan di darat dan di maritim disebabkan Karena perbuatan tangan manusia”.

Manusia ialah makhluk yang mempunyai tanggung jawab, yaitu tanggung jawab menjadi khalifah fil ardh. Kekhalifahan insan ialah salah satu bentuk dari ta’abbud-nya kepada sang Khalik. Sedangkan ta’abbud ialah kiprah pokok dari penciptaan manusia, sekaligus menggali, mengatur, menjaga dan memelihara alam semesta ini. Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat adz-Dzariyat ayat 56:

Dan Aku tidak membuat jin dan insan melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

Dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 85 disebutkan:

Sempurnakanlah dosis dan timbangan dan janganlah kau kurangkan bagi insan barang-barang dosis dan timbangannya, dan janganlah kau membuat kerusakan di muka bumi sehabis Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu bila betul-betul kau orang-orang yang beriman“.

Pemanfaatan pengetahuan harus ditujukan untuk mendapat kemanfaatan dari pengetahuan itu sendiri, menjaga keseimbangan alam semesta ini dengan melestari-kan kehidupan insan dan alam sekitarnya, yang sekaligus sebuah aplikasi dari kiprah kekhalifahan insan di muka bumi. Dan pemanfaatan pengetahuan ialah bertujuan untuk ta’abbud kepada Allah swt., Tuhan semesta alam.
Wallahu a’lam.

Kesimpulan

Dari deskripsi singkat di atas, sanggup dipahami bahwa al-Qur’an telah menawarkan rambu-rambu yang terang kepada kita wacana konsep pendidikan yang komperehensif. Yaitu pendidikan yang tidak hanya berorientasi untuk kepentingan hidup di dunia saja, akan tetapi juga berorientasi untuk keberhasilan hidup di darul abadi kelak. Karena kehidupan dunia ini ialah jembatan untuk menuju kehidupan sebenarnya, yaitu kehidupan di akhirat.

Manusia sebagai insan kamil dilengkapi dua piranti penting untuk memperoleh pengetahuan, yaitu logika dan hati. Yang dengan dua piranti ini insan bisa memahami “bacaan” yang ada di sekitarnya. Fenomena maupun nomena yang bisa untuk ditelaahnya. Karena hanya insan makhluk yang diberi kelebihan ini.

Pengetahuan yang telah didapat insan sudah seyogyanya diorientasikan untuk kepentingan seluruh umat manusia. Karena sebaik-baik insan ialah yang paling bermanfaat bagi insan seluruhnya. Namun, dihentikan dilupakan bahwa insan juga hidup berdampingan dengan lingkungan, sehingga tidak bisa serta merta kemajuan pengetahuan pengetahuan dan teknologi malah menghancurkan dan merusak keseimbangan alam. Karena sudah menjadi kiprah insan untuk melestarikan alam ini sebagai pengejawantahan kekhalifahan insan sekaligus bentuk ta’abbudnya kepada Allah swt.

Lihat Juga: Pendidikan Nasional

Daftar Pustaka
  • Ahmad, al-Hajj, Yusuf. al-Qur’an Kitab Sains dan Medis. Terj. Kamran Asad Irsyadi. Grafindo Khazanah Ilmu. Jakarta. 2003.
  • al-Qardawi, Yusuf. Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban. Terj. Abad Badruzzaman. PT. Tiara Wacana. Yogyakarta. 2001.
  • Aly, Noer, Hery & Suparta, Munzier. Pendidikan Islam Kini dan Mendatang. CV. Triasco. Jakarta. 2003.
  • Habib, Zainal. Islamisasi Sains. UIN-Malang Press. Malang. 2007.
  • Shihab, Quraish, M. Membumikan al-Qur’an. Mizan. Bandung. 2004.
  • Shihab, Quraish. Wawasan al-Qur’an. Mizan. Bandung. 2001.
  • Zainuddin, M. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Lintas Pustaka. Jakarta. 2006.

[1]Hery Noer Aly & Munzier Suparta, Pendidikan Islam Kini dan Mendatang, (Jakarta: CV. Triasco, 2003), h. 109.
[2]M. Qusraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), h. 433.
[3] M. Qusraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2004), h. 168.
[4]M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), h. 436.
[5]Ibid, h. 442.
[6]Lihat Yusuf al-Qardawi, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad Badruzzaman, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 117-121.
[7]Lihat Yusuf al-Hajj Ahmad, al-Qur’an Kitab Sains dan Medis, terj. Kamran Asad Irsyadi, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2003), cet.II.
[8]Hery Noer Aly & Munzier Suparta, op.cit., h. 109-110. Bandingkan dengan Zainal Habib, Islamisasi Sains, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 14-18.

Related Posts